" ASING DAN TERASING "
Pada 27 Mei 2016 lalu, ada gelaran Akbar yang berlangsung di Desa Menturo, Sumobito, kab. Jombang, Jawa Timur. Pada hari itu, salah seorang tokoh besar Republik ini 'merayakan' usia yang ke-63 tahun. Tokoh tersebut adalah simbah dan guru kita semua yaitu Emha Ainun Nadjib atau akrab disapa Cak Nun atau lebih tepatnya sekarang dipanggil Mbah Nun.
Atas izin Allah dan cintanya Rasulullah, saya dan beberapa teman Jamaah Maiyah asal Gemolong Sragen turut menghadiri Maiyahan yang bertajuk IHTIFAL MAIYAH di Jombang kala itu. Ada 2 alasan yang mendorong saya untuk ikut serta datang ke Jombang. Pertama : usia mbah Nun telah menginjak 63 tahun. Angka 63 terasa spesial sebab usia tersebut persis dengan jatah usia Kanjeng Nabi ketika dipanggil Allah SWT. Oleh karena-nya, saya mengharuskan diri saya untuk menyempatkan hadir ke Jombang guna memberi selamat dan doa secara langsung teruntuk Mbah Nun tercinta. Kedua: seumur hidup saya pun belum pernah menyambangi tanah kelahiran Gus Dur tersebut. Sehingga ada keinginan yang sangat besar untuk bisa menginjakkan kaki disana (baca: Jombang).
Saya dan ke-4 teman saya berangkat menuju Jombang dengan mengendarai mobil pribadi. Berangkat pukul 2 siang dan sekitar pukul 8 malam telah sampai di kawasan kab.Jombang. Selama perjalanan dari Gemolong (Sragen) ke Jombang, kondisi cuaca berubah-ubah. Ketika mobil kami sampai di Mantingan Ngawi, hujan turun lebat. Dan memasuki Ngawi kota mendadak air hujan sirna. Mobil terus melaju dan tak terasa kami sudah tiba di Madiun. Disepanjang jalan kota Madiun cuaca cukup cerah, tak ada tetes hujan yang kami jumpai. Kondisi tersebut bertahan hingga kami masuk kawasan kota Nganjuk.
Jarum jam menunjukkan pukul 18.30 WIB. Diperbatasan Nganjuk-Jombang, hujan kembali mengguyur. Kami memutuskan untuk rehat sejenak dan menunaikan sholat maghrib. Usai sholat kami lantas melanjutkan perjalanan menuju Lokasi Ihtifal Maiyah. Sebelum meluncur ke Menturo, mobil kami bergegas ke Kompleks Ponpes Tebu Ireng. Disana ada satu teman JM dari Gemolong juga yang sedang mengantar anak-nya mendaftar di Ponpes petilasan Gus Dur tersebut. Ia minta dijemput karena pengen ndherek juga ke Menturo.
Sampai di Tebu Ireng hujan mereda. Udara segar- suasana nyaman sangat kami rasakan ketika mobil kami parkir didepan Ponpes. Lantunan ayat suci terdengar merdu dari dalam ponpes seketika menentramkan kalbu. Ditempat inilah para ulama besar Negeri ini dilahirkan dan ditempa. Mbah Hasyim- Mbah Wakhid-- Mbah GusDur adalah beberapa putra terbaik Daerah. Doa kebaikan pantas kita kirimkan kepada para kekasih Allah tersebut. Al Fatihah.
Tak berselang lama, kami pun bergegas merapat ke Menturo. Setengah jam perjalanan dari Tebu Ireng ke Menturo, cuaca berubah cerah dan bergairah. Hujan telah usai. Dari 6 orang yang ada dimobil hanya ada satu orang yang pernah berkunjung ke Menturo. Itupun sudah lama sekali. Ahsan salah satu teman saya itu terakhir kali ke Padhang mBulan Menturo pada tahun 2000 lalu, saat Ia masih menempuh studi (kuliah) di UNDAR. Jalan-suasana dan kondisi lingkungan Jombang saat ini sudah berubah total, katanya.
Setiap mobil kami nyasar, maka kami-pun bertanya kepada orang dijalan. Mungkin, sudah lebih dari 6 kali kami mananyakan dimana letak Desa Menturo. GPS juga kami gunakan sebagai penunjuk jalan. Dan ketika kami melintasi rel Kereta Api, terlihat disebelah ujung jalan Kantor Polres Sumobito. Alhamdulillah, itu artinya kami sebentar lagi akan sampai dilokasi. Mobil kami menderu menelusuri sepanjang jalan ditepi rel Kereta Api. Radar GPS terus menari-menari seolah membimbing arah perjalanan kami.
Kami telah memasuki jalan-jalan kampung. Berderet rumah-rumah warga. Hamparan sawah tersaji. Perkebunan tebu dikanan-kiri. Kami lewati jembatan, jalan yang licin, terjal dan berliku pasca diguyur hujan. Ya Allah, dalam hati aku bergumam: "Dimana kampung-nya Mbah Nun, kok nggone mblusuk ngene..". Kami sempet bingung lagi untuk menuju ke Desa Menturo. Ketika mobil kami mandeg, tiba-tiba ada pengendara motor yang menghampiri mobil kami. "Arek marang Cak Nun mas.., monggo bareng saya saja". Puji Tuhan, ketika lelah sudah melanda, perut meronta-ronta (baca: kelaparan) pertolongan Allah-pun tiba.
Selang 20 menit, mobil kami sampai juga dibibir Desa Menturo. Alhamdulillah. Lantunan ayat suci Alqur'an dari pengeras suara seakan menyambut kedatangan kami dan ratusan Jamaah Maiyah yang baru sampai dilokasi. AllahuAkbar, akhirnya sampai juga kami ditempat tanah kelahiran Mbah Nun. Tanah lapang berubah menjadi arena parkir mobil dari berbagai penjuru Nusantara. Halaman sekolah Global juga disulap sebagai lahan parkir roda dua. Saya dan teman-teman segera merapat ke depan lokasi Maiyah. Lautan manusia berjubel. Laki-laki, perempuan-bapak-ibu-mbah--anak-anak berkumpul dalam satu lingkaran pasedhuluran Maiyah. Saya pun ikut berbaur ditengah-tengah mereka. Perasaan haru-gembira bercampur. Para JM menikmati setiap detik kemesraan, menyaksikan para 'bintang tamu' menyajikan pertunjukan di atas panggung. Ada Cak Kartolo cs yang ndagel ala Jawa timuran. Karena saya ndak dong bahasa-nya, maka saya cuma nyengir-nyengir sendiri. Kemudian ada persembahan dari Komunitas 5 Gunung pimpinan pak Tanto Mendut. Penampilan mereka terkesan mistis karena banyak sekali uborampe yang digunakan. Seperti : dupa-menyan-kembang-tebu dan tetek bengek-nya. Dalam rangka mangayubagyo Ulang Tahun Mbah Nun, pak Tanto memberi hadiah batu akik kepada mbah Nun serta mempersembahkan tarian-barongsai dan wayang kulit. Semua JM nampak terhibur dengan penampilan Komunitas 5 Gunung.
Usai pertunjukan Wayang kulit, mas Sabrang cs giliran naik ke panggung. Dengan formasi lengkap, Letto membawakan beberapa nomor andalan dari album mereka. Nomor Menyambut Janji menjadi lagu pembuka. Dijeda lagu mas Sabrang juga mengajak JM semua untuk mendoakan mbah Nun semoga beliau tetep sehat dan setia melayani kita semua, jamaah serentak meng-Amin-kannya. Hampir semua nomor Letto yang dibawakan, jamaah hafal, ikut larut mendendangkannya.
Menginjak pukul 01.30 dinihari, barulah Mbah Nun naik ke panggung untuk menyapa dan menyampaikan ungkapan terimakasih kepada pengisi Acara dan seluruh JM Nusantara yang telah sudi hadir maupun yang tak bisa hadir namun turut memberi ucapan selamat dan doa-doa kebaikan. Kebaikan anda semua dicatat dan diganjar berlipat oleh Yang Maha Kasih Allah SWT, ucap simbah mesra. Dan tepat pukul 03.00 WIB gelaran Ihtifal Maiyah ditutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh Cak Fuad.
Alhamdulillah. Serangkaian acara IHTIFAL MAIYAH - 27 MEI 2016 di Desa Menturo Sumobito Jombang telah usai. Begitu banyak pelajaran dan pengalaman hidup yang saya dapatkan, pun demikian JM keseluruhan. Bagi saya pribadi, NILAI yang paling berharga yang bisa saya serap dan tangkap justru bukan pada konten acara Ihtifal Maiyah-nya namun yang lebih mendalam/ nancep ati adalah perihal "Skenario Tuhan". Batin saya bergumam pelan : Ya Allah Ya Rabb'ku, tidak ada satu-pun yang menyangka, jikalau di Dusun yang plosok-ndeso--terpencil dan terASING dari keramaian hingar bingar akan lahir seorang Figur besar yang selama hidupnya setia bekerja untuk melayani-mencintai- mengabdi dan memberi seluruhnya untuk anak-cucu bangsa ini.
Jazaakallah khairan katsiran. Matursembah nuwun. Salam takzim dan cinta teruntuk Mbah Emha Ainun Nadjib.
Oleh cucumu
@Muhammadona_ Setiawan
#220716
Selasa, 26 Juli 2016
Selasa, 19 Januari 2016
Esai - "Memilih Jalan Sunyi"
" Memilih Jalan Sunyi "
Rindu kami padamu Ya Rasul
Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu Ya Rasul
Serasa dikau di sini
Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya suwarga
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara bersahaja
Bait kalimat di atas adalah penggalan lirik lagu religi berjudul: RINDU RASUL yang sempat populer di bawakan oleh grup vokal Bimbo.
Entah ada daya magis apa, setiap kali mendengar lagu tersebut saya mendadak trenyuh dan tak bersuara. Bahkan airmata ini tumpah dengan sendirinya. Tidak hanya pas mendengarkan saja, pun ketika saya coba melantunkan syair demi syair lagu tersebut, seketika dada ini sesak di ikuti sekujur tubuh merinding dan gigil.
Ya Nabi salam 'alaika, sungguh kami rindu padamu Ya Nabi, rindu yang tiada terperi. Sholawat dan salam kami haturkan selalu kagem baginda Muhammad SAW. Memang benar, antara kanjeng Nabi dan kami terpaut berabad jarak, namun sungguh aura, figur dan cinta kasihmu nyata kami rasakan hingga saat ini.
Muhammad adalah kekasih Allah. Barang siapa mencintai kekasih Allah maka Allah akan balas mencintainya. Nur cahaya Muhammad telah menerangi kegelapan dunia, telah merahmati alam semesta. Sejatinya umat manusia sekarang tinggal enaknya saja. Tinggal mengikuti apa-apa yang telah di ajarkan kanjeng Nabi maka selamat kita. Namun sayang sekali, banyak manusia enggan memilih jalannya Nabi dan mungkin termasuk saya ini. Maafkan kami Ya Rasul, kami sangat mencintaimu namun masih semu, kami juga teramat rindu padamu meski terasa palsu.
****
Alhamdulillah, sudah hampir 10 tahun saya menjadi bagian kecil dari Majelis Masyarakat Maiyah. 5 tahun menjadi jamaah Kenduri Cinta Jakarta dan sekarang rutin ngangsu kawruh lan ilmu di Majelis Mocopat Syafaat Yogya setiap tanggal 17 malam. Saya merasa beruntung luar biasa di giring Allah untuk 'keblasok' di Majelis Maiyah. Memang, pada awal melingkar dan sinau bareng di Forum Maiyah muncul perseteruan sengit dalam benak saya. Di saat hasrat diri mendambakan menjadi orang terkenal, tapi di Maiyah saya di rem untuk menahan diri. Saya nusang jempalik untuk meraih predikat dan gelar agar di segani orang, tapi di Maiyah di ajarkan bahwa semua manusia sama dan sejajar. Ketika saya mati-matian untuk menunjukkan buah karya saya selama ini, dan lagi-lagi di Maiyah saya di wejangi agar memilih jalan sunyi.
Apa-apaan ini, kenapa Maiyah serasa mencekal mimpi dan misiku. Jelas ini bertolak belakang 180° dengan obsesi hidupku selama ini. Cobaan apa lagi ini Tuhan. Kata saya pada awal nyemplung di Forum Maiyah. Dan Allah benar menunjukkan kebesarannya. Pelan-pelan saya di tunjukkan hidayah, sedikit tapi continue saya mampu untuk menyerap-mencerna-memahami apa itu ilmu "menahan diri" dan memilih "jalan sunyi". Saya di ajari langsung, di tatar, di poles, di gembleng habis-habisan oleh pelaku utama jalan sunyi. Tidak lain dialah guru Jamaah Maiyah Nusantara asal Jombang; Emha Ainun Nadjib atau akrab di sapa Cak Nun. Dan saya pribadi lebih suka dan nyaman memanggil beliau Mbah Nun.
Simbah memilih jalan sunyi, menjauh dari mainstream dan panggung hingar-bingar. Simbah menghabiskan waktunya untuk melayani masyarakat se-antero bumi Indonesia. Tanpa lelah, tanpa transaksi dan tanpa ekspos sorot media. Simbah setia pada jalan sunyi untuk ndandani hati-moral dan pemikiran manusia-manusia Indonesia.
Di mata saya, simbah adalah multi-talent. Beliau seorang guru, pemimpin, penasihat sekaligus ayah, simbah dan sahabat bagi semua. Mengajarkan nilai-nilai agama, sosial-budaya, politik dan hampir seluruh lini kehidupan di sampaikan beliau dengan cerdas dan mencerdaskan. Baik melalui tulisan (puisi-esai-kolom-buku), forum diskusi, pementasan dan juga seabrek karya lagu bersama grup Kiai Kanjeng yang di asuhnya. CNKK menjelma menjadi "klinik" berjalan yang senantiasa ngobati larane ati menungso, mengguyub-rukunkan perselisihan, mencairkan ketegangan serta sebagai "bak sampah" atas segala keluhan berbagai permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat.
Namun hebatnya Simbah tak pernah mengeluh, ndak gresulo sedikitpun. Beliau tetap melayani dengan cinta asih. Membalas kebencian dengan cinta, menjawab fitnah dengan cinta, bersedekah cinta pada Indonesia padahal bangsa ini masih punya 'hutang' pada Simbah. Bahkan orang-orang yang sempat menyantetnya dan ingin membunuhnya tetap di cintainya. Itulah Emha, sosok tanpa gelar, bukan pejabat, bukan selebriti, Kiai pun bukan, hanya seorang Cak dari Jawa Timur yang penuh cinta dan dedikasi tinggi pada negeri ini.
Tak di pungkiri, jika yang di lakukan Simbah selama ini mirip dengan apa yang di lakukan kanjeng Nabi pada masa dulu. Berdakwah, mengajak umat untuk sama-sama sinau menuju kebaikan (shirattal mustaqim). Mencintai Allah dan Rasul-Nya. Mengajak dengan cinta bukan paksa. Merangkul dengan cinta tanpa dakwa. Sudah amat langka sosok Emha di Republik ini. Seorang yang rela jiwa-raga memberikan apa saja untuk kearifan kampungnya, kemuliaan bangsanya dan keselamatan seluruh rakyat Indonesia.
Saya dan mungkin kita semua rindu pada figur guru dan pemimpin laksana Baginda Nabi. Pemimpin yang baik hati lagi santun. Guru yang mengasuh dengan cinta dan ketulusan. Kalau bisa aku pengin terus nggondheli klambine Nabi. Tapi apa mungkin bisa, Engkau telah di peluk mesra sang Illahi sedangkan kami masih kacau, kotor, berlumur dosa di muka bumi.
Syukur Alhamdulillah. Kini ada satu cara untuk sedikit mengobati haus rinduku pada sang Nabi. Semoga ini tidak berlebihan, lebay, pamer apalagi mengkultuskan. Tidak! Semoga Allah mengampuni kelancanganku. Dapat aku temukan sosok satu level di bawah Nabi/ mungkin wali pada diri Simbah (EAN) yang ku pahami selama ini. Bagaimana tidak, sepanjang hidup terus menebar cinta meski di benci, di hina, di fitnah dan mau di apakan saja beliau terima. Sebab apapun yang beliau kerjakan hanya untuk mengharap cinta-Nya Allah dan Rasul-Nya. Bukan puja-puji manusia, bukan untuk obsesi pribadinya, juga bukan bab urusan dunia semata.
Ya Allah, Engkau tetap Tuhanku.
Ya Muhammad, Engkau tetap Rasulku.
Jika sekarang aku tak bisa mencium mesra Nabi, maka aku bisa menciumi pipi simbah kanan-kiri sebagai pelampias rinduku.
Jika aku belum mampu memeluk harum tubuh Nabi, aku bisa merangkul erat-erat tubuhnya Simbah sebagai wujud roso tresnoku.
Jika aku ingin mengikuti jalan cahaya Nabi, maka aku memilih jalan sunyi yang di tempuh Simbah sekian lama ini. Jalan sunyi sungguh nikmat sekali.
Aku cinta padaMu Ya Allah, cinta padamu Ya Nabi dan juga cinta padamu Simbah.
Semoga Allah, Rasulullah dan Simbah tidak marah kepadaku.
Oleh
@MuhammadonaSetiawan
Selasa, 29 Desember 2015
Esai - " Catatan Penghujung Tahun "
#Catatan Penghujung Tahun
Orang Indonesia itu gumunan, latah, dan gampang di bikin mabuk: jadi cukup di serbu dengan iming-iming di segala bidang maka mabuklah semuanya. Segala macem partikel yang menggiurkan, gosip yang menarik, link informasi yang bersliweran di media sosial di untal mentah-mentah oleh orang Indonesia, tanpa reserve. Padahal apa saja yang hendak kita untal/ makan baiknya kita olah dulu-di pamah sampai lembut baru kita telan masuk perut. Sebab kalau kita nguntal yang masih gelondongan, akibatnya kita akan kloloten/ kesedak lalu muntah berserakan.
Ibarat kata kalau kita mau makan nasi, maka kita harus mengidentifikasi proses terjadinya nasi. Mempelajari secara urut dan continue, mulai dari tahap nandur padi di sawah, setelah padi menua lantas di panen, di erek yang kemudian menjadi gabah. Lanjut gabah di jemur di bawah sengatan matahari, untuk kemudian di selepke dan jadilah beras. Beras belumlah enak untuk di makan, maka beras mesti di ayak, di bersihkan dari kerikil dan kotoran yang lain atau di tapeni kata orang Jawa. Sesudah itu beras di bersihkan dengan air barulah di liwet atau di nanak dan jadilah nasi yang setiap hari kita konsumsi. Jangan protes kalau kita belum tahu proses apalagi progres.
Dan untuk mengolah makanan, ilmu, opini, informasi dan apapun itu manusia di bekali Tuhan akal sehat. Dan namanya akal sudah pasti sehat, sebab tidak ada akal sakit. Hanya gigi dan hati yang mungkin berpotensi untuk sakit, yang mana kita sering menyebut sakit gigi juga sakit hati. Jadi akal manusia sudah pasti sehat jangan lagi di tawar. Ketika akal masih gamang dalam mencermati suatu hal, Tuhan lantas memberi manusia hati-rasa-etika untuk membantu mempertimbangkan segala sesuatu yang hendak masuk pada diri. Akal dan hati harus saling bahu-membahu setiap menangkap berbagai jenis informasi dan mesti 'sesuai' dosis, konteks, batas, takaran, koridor wilayah, ruang dan waktu. Apabila kurang itu tidak baik, overdosis pun membahayakan. Pilihlah yang dinamis. Tapi begitulah, manusia Indonesia memang malas berfikir, pokoknya ambil dan telan.
2015 akan segera kita tinggalkan, semoga saya-anda- pak RT- Bayan- Lurah- Camat- Bupati- Menteri- Jokowi dan seluruh manusia Indonesia turut meninggalkan sikap gumunan, latah dan hobi nguntal mentah-mentah.
@MuhammadonaSetiawan
Selasa, 22 Desember 2015
Esai - "Prihatin"
" Prihatin "
Kenapa orang mencari uang sebanyak-banyaknya,
menumpuk harta benda ndak habis-habis, dan tak henti-hentinya mengejar kekuasaan. Karena mereka pikir hanya itu yang bisa membuat mereka hidup bahagia.
Padahal sederhana saja. Semakin kita lapar maka semakin nikmat kita makan, sebab lauk yang paling nikmat itu bernama "lapar". Nikmat dan lezat itu ketika sudah lama tidak terjadi, suatu hari terjadi dan itu membuat kita seneng ndak karu-karuan.
Sama halnya saat kita berpuasa. Berjam-jam kerongkongan kita kering, perut kosong, badan lemes. Dan momentum nikmat itu berlangsung ketika seteguk teh hangat manis membasahi kerongkongan saat berbuka. Cukup seteguk saja, nikmatnya luar biasa. Tanpa harus di jejali sepotong pizza, anggur, semangka atau sekotak kue nastar macam rasa.
Tetaplah prihatin dalam keberadaan.
Dan tetaplah 'berpuasa' dalam keberlimpahan.
@MuhammadonaSetiawan
Selasa, 01 Desember 2015
Sajak - "Sajak Rahasia"
" Sajak Rahasia "
Dia perkasa namun lembut
Ia pinjamkan keperkasaan pada Adam
Ia titipkan kelembutan ke sang hawa
Cahaya tak tampak
Namun yang tertimpanya kentara.
Suara tak terdengar
Hanya dalam sepi-sunyi suara di temukan
Duhai kelembutan,
Kelembutan senantiasa tersembunyi.
Cahaya tak tampak
Suara tak terdengar
Begitu pula keindahan.
Sebuah prasasti sebagai pengantar keindahan.
Sebait puisi adalah tempat rahasia keindahan.
Sealun lagu menjadi satu cara mengungkap keindahan.
Demikian sejatinya Ia,
Kelembutan, keindahan dan perempuan.
Senantiasa menyembunyikan diri dalam rahasia
Sebab demikian itu syarat mutlak keagungannya
@MuhammadonaSetiawan
Minggu, 22 November 2015
Puisi - "Tuhan pun Berpuisi"
"Tuhan pun Berpuisi"
"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"
Kenapa Tuhan tidak bilang;
Ini semua nikmatKu, gila kalian jika mendustakan!
Tuhan tidak berkata demikian."
"Jangan dekati zina.."
Kenapa Tuhan tak bilang saja;
Manusia di larang berzina, titik!
Tuhan tidak bersikap demikian."
Sebab Tuhan berpuisi
Dia 'bicara' dengan kiasan
Sarat makna yang tersimpan
Sedang Tuhan pun berpuisi
Lalu kenapa kalian keras hati
Jadilah manusia 'puisi'
Sebarkan kasih-sayang dan keindahan.
@MuhammadonaSetiawan
Senin, 16 November 2015
Esai - " Sinau Lirik Letto "
" Sinau Lirik Letto "
Setiap mendengar lagu-lagu dari band Letto, entah kenapa selalu membuatku mengernyitkan dahi dan diam sejenak. Kernyitan dahiku adalah bentuk rasa heran dan ketidakfahamanku serta diamku adalah berfikir, mencoba memahami apa maksud dari setiap baris lirik yang tertulis. Buat saya memang tidak cukup sekali mendengar lagu Letto agar saya bisa tahu makna apa yang terkandung di dalamnya, perlu mendengar berulang-ulang kali agar saya mampu mencernanya, minimal itu versi saya. Itu semua tidak lepas dari seorang lelaki genius yang paling berperan dalam membuat lagu dan menulis lirik di hampir semua lagu karya Letto selama ini. Dialah Sabrang Mowo Damar Panuluh atau kita lebih mengenalnya dengan nama Noe Letto sang vocalis band asal Jogja tersebut.
Kepiawaian Noe dalam menulis lirik lagu memang sudah tidak di ragukan lagi, selain ia mengenyam dan lulus pendidikan perguruan tinggi di Canada, Noe lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga yang agamis, berbudaya dan berintelektual tinggi. Seperti kita ketahui bersama di mana ayahanda Noe adalah seorang budayawan besar di Indonesia sekaligus sang kyai walaupun beliau tidak mau di sebut kyai. Emha Ainun Nadjib atau yang akrab di sapa Cak Nun sebagai seorang ayah telah mewarisi darah seni pada sang anak dan menularkan kecerdasan logika, kepekaan rasa dan nilai sosial.
Hampir semua lagu-lagu letto tersaji indah dan sarat makna. Ada beberapa nomor yang saya suka, baik dari sisi aransemen nada maupun bait lirik-liriknya, di antaranya; Sebelum cahaya, Sandaran hati, Memiliki kehilangan dan Fatwa hati. Tak di pungkiri memang jika sebuah lagu adalah bahasa yang universal, tidak ada ketentuan baku untuk menginterpretasikannya, setiap orang berhak untuk menilai dengan cara pandang mereka masing-masing. Begitu juga saya, di sini saya akan mencoba bertindak sebagai penikmat dan pelaku musik, saya akan coba memaparkan apa yang bisa saya tangkap di balik lirik lagu-lagu Letto versi kacamata saya pribadi.
Yang pertama adalah nomor Sebelum Cahaya, melihat judul lagu ini saja kita sudah di "paksa" untuk berfikir, ada dua kata pada judul di atas; sebelum dan cahaya, kata sebelum mungkin mudah untuk kita pahami tapi untuk kata cahaya, kita harus jeli menimbang-nimbang lagi, kata cahaya di atas mengandung banyak arti menurut saya, sebelum saya memaparkan makna lirik versi saya, mari kita baca dengan seksama penggalan lirik lagu "Sebelum cahaya" berikut ini;
*
Ku teringat hati yang bertabur mimpi, kemana kau pergi cinta
Perjalanan sunyi yang kau tempuh sendiri, kuatlah hati cinta
Reff
Ingatkah engkau kepada embun pagi bersahaja yang menemanimu sebelum cahaya
Ingatkah engkau kepada angin yang berhembus mesra
Yang kan membelaimu cinta
Kekuatan hati yang berpegang janji, genggamlah tanganku cinta
Ku takkan pergi meninggalkanmu sendiri, temani hatimu cinta
*
Menurut saya, lirik di atas menggambarkan tentang dialog antara dua kubu, yaitu Aku dan cinta, di mana Aku di sini sebagai Tuhan sedangkan cinta adalah makhluk yang di cintai Tuhan, lalu pertanyaannya adalah siapakah makhluk yang paling di cintai Tuhan?? Dan saya memilih satu nama yaitu baginda nabi besar Muhammad SAW sebagai makhluk yang paling di cintai oleh Allah SWT. Kemudian dalam sebuah malam Allah memperjalankan Baginda nabi dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa kemudian di naikkan menuju Sidratul Muntaha untuk mendapatkan wahyu langsung dari Allah tentang perintah sholat 5 waktu. Muhammad yang seorang manusia biasa tentu merasa takut saat perjalanan spiritual nan magis itu tapi Allah meyakinkan pada Nabi jika Dia (Allah) tidak akan membiarkan cinta-Nya sendiri, Dia kan selalu menemani perjalanannya. Jadi bisa saya simpulkan bahwa makna judul sebelum cahaya adalah sebuah malam buta sebelum munculnya cahaya yaitu sinar surya. Dan pada malam buta itu terjadi peristiwa maha penting ketika Rasul melakukan perjalanan sunyi yang kita kenal dengan istilah Isra' Miraj. Bagi saya sangat luar biasa makna yang tersirat dalam lirik lagu Sebelum cahaya.
Yang kedua adalah lagu berjudul Sandaran hati, kebanyakan dari kita jika bicara tentang sandaran hati atau sejenisnya maka kita selalu beranggapan jika yang di sebut sandaran hati adalah seorang kekasih hati atau pasangan hidup kita. Memang tidak ada yang salah dengan anggapan itu, namun lirik dalam lagu Sandaran hati dari Letto memiliki makna yang lebih dari itu, mari kita simak liriknya berikut ini;
**
Yakinkah ku berdiri di hampa tanpa tepi bolehkah aku mendengarmu
Terkubur dalam emosi tak bisa bersembunyi aku dan nafasku merindukanmu
Terpurukku di sini teraniaya sepi dan ku tahu pasti kau menemaniku
Dalam hidupku kesendirianku
Reff
Teringat ku teringat pada janjimu ku terikat hanya sekejap ku berdiri ku lakukan sepenuh hati
Peduli ku peduli siang dan malam yang berganti sedihku ini tak ada arti jika kaulah sandaran hati
Inikah yang kau mau benarkah ini jalanmu hanyalah engkau yang ku tuju
Pegang erat tanganku bimbing langkah kakiku aku hilang arah tanpa hadirmu
Dalam gelapnya malam hariku
**
Menurut saya lirik di atas lebih menjelaskan tentang seorang manusia sebagai hamba dan Allah sebagai Tuhan-Nya. Hidup di dunia ini tentu banyak lika-likunya, berbagai cobaan, ujian bahkan musibah seringkali menghampiri kita. Saat kita jatuh dan terpuruk dalam menjalani hidup maka hanya ada satu cara agar kita tetap bisa survive. Yaitu kembali mengingat, mengimani dan percaya bahwa tiada Tuhan selain Allah, Dialah yang menggenggam hidup, rezeki, jodoh dan mati kita. Kita ingat dan ikat hati kita dengan kalimat syahadat, lalu kita dirikan sholat pada siang dan malam dengan sepenuh hati sebagai bentuk penghambaan kita. Dan tak lupa terus berdoa memohon petunjuk agar langkah kaki kita di bimbing ke jalan lurus-Nya. Pada intinya segala kesedihan dan kesusahan hidup kita ini tidak akan berarti jika Allah lah yang menjadi sandaran hati hidup kita, kini dan selamanya.
Mungkin seperti itulah benang merah yang bisa saya tarik dari lagu Sandaran Hati.
Lagu yang ketiga berjudul Memiliki kehilangan, judul lagu ini sangat menggelitik hati saya, mari kita telaah bersama-sama lirik di bawah ini;
***
Tak mampu melepasnya walau sudah tak ada
Matimu tetap merasa masih memilikinya
Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah merasa memilikinya
Pernahkah kau mengira kalau dia kan sirna
Walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah merasa memilikinya
***
Lagu ini sangat syahdu mengalun, sangat memanjakan telinga dan suasana jika kita mendengarnya, terlebih saat malam hari tiba. Menurut saya poin penting dari lagu Memiliki kehilangan terdapat pada bait lirik; " Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya". Hal ini mengajarkan kita tentang nilai yang teramat mahal, yaitu kita sebagai manusia sejatinya memang tak memiliki apa-apa, semua yang melekat pada diri kita adalah milik Allah sepenuhnya yang di titipkan kepada kita. Mata, telinga, mulut, tangan, jantung, hati, kaki kita adalah kepunyaan-Nya. Harta, tahta dan nyawa kita juga semua milik Allah Ta'alla. Lalu bagaimana mungkin kita merasa memiliki itu semua, kita hanya sekedar di titipi sementara, iya sementara. Jika kita di titipi maka tugas kita hanya satu, menjaga dan merawat titipan itu. Jika suatu saat titipan tersebut di ambil oleh "pemilik asli" nya, maka kita harus legowo mengembalikannya. Jangan pernah merasa memiliki apapun jika kita tak ingin merasakan apa yang namanya kehilangan, semakin kita merasa memiliki sesuatu maka potensi rasa kehilangannya pun semakin besar. Manusia hadir di dunia dengan keadaan telanjang, dan matinya pun hanya akan di balut kain selembar.
Dan lagu terakhir yang ingin saya coba gali maknannya adalah lagu berjudul Fatwa hati. Di republik ini mungkin hanya ada satu lembaga/ instansi yang boleh mengeluarkan fatwa yaitu MUI (Majelis Ulama Indonesia) namun di lagu ini hati juga boleh berfatwa bahkan harus. Mari kita pahami lirik Fatwa hati berikut ini;
****
Sebelum tiba waktu senja
Ku genggam tanganmu dan bertanya
Apakah bisa kau membawa
Rasa yang engkau punya selamanya
Reff
Tentang kita dan tentang cinta
Tentang janji yang kau bawa
Jika nanti saat kau sendiri
Temukan ku di fatwa hatimu
-
Kan datang waktu di hari nanti
Saat kau merasa tak menentu
Jangan kau bimbang pada waktu
Akan ku ingatkan kepadamu
****
Jujur sampai sekarang, saya masih meraba-raba mencari makna apa yang terkandung di dalam lirik lagu Fatwa hati, liriknya begitu manis dan sedikit misterius bagi saya. Jika Sebelum cahaya adalah waktu malam hari, maka Fatwa hati ini settingnya pada sore hari alias senja. Jadi Fatwa hati dan Sebelum cahaya ada korelasinya, di mana Fatwa hati terjadi Sebelum cahaya. Sampai di sini, apakah masih bisa di pahami?? Oke begini maksud saya, jika Sebelum cahaya terdapat peristiwa Maha penting yaitu Isra' Miraj maka dalam Fatwa hati juga ada moment bersejarah di dalamnya. Moment tersebut adalah ketika Allah hendak mengangkat Muhammad menjadi rasul pada usia 40 tahun, menginjak usia senja beliau. Atas perintah Allah SWT, jibril di utus untuk menemui Muhammad di gua Hira' dan di berikanlah wahyu pertama kepada Muhammad yaitu Iqra'/ bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Surat Al Alaq ayat 1-5 menjadi wahyu sekaligus tugas pertama Muhammad mengemban tugas sebagai Rasul Allah. Tugas Rasul adalah menyampaikan kebenaran dan memberi peringatan kepada seluruh umat manusia, dan hal ini bukanlah perkara mudah pada jaman jahiliyah dulu. Rasul berdakwah secara sembunyi dan terang-terangan. Berbagai hinaan, pelecehan bahkan ancaman pembunuhan kerap di terima Rasul saat beliau berdakwah. Tentu beliau juga merasa ragu, cemas dan takut, dengan reaksi umat pada saat itu. Maka Allah meyakinkan beliau agar tak ragu untuk terus mendakwahkan ajaran islam dan kebenaran, temukan Aku (Allah) dalam fatwa hatimu, sebab Allah akan selalu mendampingi sampai tugas kerasulannya selesai.
Demikianlah, yang bisa saya gali dan saya sampaikan perihal makna dan nilai yang terkandung dalam beberapa nomor lagu karya Letto. Mohon maaf jika saya lancang, banyak kekurangan dan kesalahan, sebab ini hanya sebatas pemikiran saya yang awam, bodoh dan fakir ilmu. Dan semoga sekelumit tulisan ini bisa memberi sedikit manfaat terutama buat saya pribadi dan teman-teman yang berkenan membacanya.
Salam hormat saya kepada mas Noe dan band Letto, terimakasih atas nilai dan ilmunya, tak lupa juga salam hormat dan cinta saya kepada Ayahanda Emha Ainun Nadjib atas segala inspirasinya.
Wassalam
@MuhammadonaSetiawan
Langganan:
Postingan (Atom)