Jumat, 07 Agustus 2015
Esai - "Bukan Kangen Biasa"
" Bukan Kangen Biasa "
Anda boleh percaya atau tidak, bahkan mau menghina pun juga silakan, ada hal yang menurutku "aneh" yang ingin saya sampaikan lewat tulisan ini. Saya adalah tipe orang yang mudah kangen, dan tentu kangen saya tertuju pada orang-orang yang spesial bagi saya, orang yang pertama yang paling saya kangenin jelas ibu saya sendiri, dalam hal apapun saya sering teringat sosok yang melahirkan saya tersebut. Saya selalu kangen masakannya, kangen lauk buatannya, kangen kopi ramuannya dan saat susah atau senang saya spontan bisa langsung kangen kepada beliau. Jika dulu saya berpendapat lebih bahwa anak laki-laki itu lebih dekat dengan ibunya, sekarang percayalah karena itu nyata dan saya rasakan. Saya bisa bersimbah airmata ketika usai menelepon ibu saya tanpa alasan yang jelas, dan saya pun bisa langsung luluh setiap mendengar nasihat dan doa harapan dari beliau.
Rasa kangen yang selanjutnya adalah rasa kangen saya kepada pasangan saya, hampir setiap menit saya selalu kangen dia, saya selalu menanyakan keadaan dia baik hal yang penting sampai hal yang sepele sekalipun. Tersiksa luar biasa jika semenit saja saya tidak mendengar kabarnya. Ahh, mungkin lebay kelihatannya saya, tapi saya lah yang merasakan hal itu jadi mau percaya atau tidak terserah anda, sebab di sini tidak ada anjuran maupun larangan, semua merdeka dengan dirinya sendiri dan keputusannya.
Dan untuk rasa kangen yang berikutnya tidak ada nama spesifik di situ, bahkan nama ayah saya pun tidak bisa aku sebut di situ, tidak ada alasan khusus kenapa aku bisa mengatakan begitu, bagi saya rasa kangen terhadap ayah saya bisa di bilang biasa-biasa saja, tidak sampai melebihi dua nama di atas, mungkin hal tersebut adalah efek di mana sejak saya masih dalam kandungan ibu saya hingga usia saya 8 tahun, tidak ada figur seorang ayah di samping saya, entahlah.
Namun di sinilah keanehan itu terjadi, entah karena apa, entah kena "pelet" apa, saya itu punya rasa kangen yang luar biasa kepada seseorang, dimana seseorang tersebut bukan dari kalangan keluarga saya, bukan tetangga, dan sahabat juga bukan. Tapi entah kenapa saya benar-benar punya rasa kangen yang sulit di jelaskan dengan kata-kata. Menurut saya, orang tersebut itu beda, dia sangat berkharisma dan mungkin satu-satunya. Tidak ada figur yang bisa atau menyamai sikap dan gaya bahasanya dalam bertutur kata. Bagi saya beliau bisa sebagai teman, orangtua sekaligus guru, dialah salah satu guru terbaik saya, guru kita semua, beliau adalah Emha Ainun Nadjib atau kita lebih akrab menyapanya Cak Nun.
Sudah lama sebenarnya saya mendengar nama Cak Nun, dulu waktu SD beliau sering "nongol" di televisi untuk menyampaikan ceramah singkat atau sejenisnya, karena dulu masih SD jadi saya pun belum faham tentang apa yang CN sampaikan. Sampai akhirnya pada tahun 2005 lalu saya kuliah di Jogja dan sedari itulah saya bisa tahu lebih siapa CN lewat cerita dari teman-teman saya yang menjadi jamaah Maiyah Jogja. Awalnya saya merasa risih dengan cara CN berceramah atau berdakwah yang begitu frontal dan terkesan radikal, dan menurut saya cara seperti itu kurang pas untuk di terima oleh kebanyakan masyarakat kita, termasuk saya. Hal itulah yang pertama saya tangkap dari seorang Cak Nun. Dan selama saya di Jogja banyak teman yang berniat mengajak saya untuk ikut Maiyahan di Kasihan Bantul namun saya selalu tegas menolak karena saya merasa tidak searah dan sejalan dengan gaya pemikiran Cak Nun pada waktu itu.
Sampai pada akhirnya di tahun 2010 lalu, saya hijrah ke Jakarta untuk bekerja mengais rupiah di belantara ibukota. Tanpa di sengaja, saya pun mendengar kabar kalau di Jakarta juga ada acara semacam maiyah di jogja, acara tersebut berlabel Kenduri Cinta. Ada rasa ingin tahu dalam diri saya, yaitu ingin tahu sebenarnya acara Kenduri Cinta itu seperti apa. Saya berusaha mencari tahu perihal KC via media sosial dan akhirnya saya temukan banyak informasi tentang KC. Saya pun meniatkan diri untuk datang ke acara KC, saya ingin melihat dan menyimak secara langsung hal apa saja yang akan saya dapatkan di sana. Dan sungguh di luar dugaan saya, ternyata tema yang di angkat oleh para penggiat KC itu sangat menarik, narasumbernya pun sangat beragam, dari berbagai kalangan dan profesi, ada seorang kyai, budayawan, aktivis, musisi, seniman, politisi dan tak lupa tentu seorang Cak Nun sebagai tokoh centralnya.
Setelah saya mengikuti beberapa kali acara KC, pikiran saya pun perlahan terbuka, bahwa apa yang di sampaikan oleh CN itu masuk akal dan bisa di terima oleh logika, dan saya baru sadar betapa bodohnya saya selama ini yang merasa sok pintar padahal aslinya goblok segoblok-gobloknya, merasa sudah pandai padahal masih seperti keledai. Dan ini adalah salah saya sendiri kenapa selama ini saya tidak mau membuka diri untuk mau sinau, ya sinau bareng di dalam majelis ilmu yang berkualitas yang di mana di situ banyak orang-orang cerdas dan intelektual baik dalam segi agama maupun sosial. Dan saya menganggap KC ini sebagai "universitas" gratis buat saya dan saya adalah salah satu mahasiswa bodoh yang haus ilmu sehingga wajib untuk terus menghadirinya.
Sekarang saya tinggal di Bekasi, saya selalu rutin mengikuti acara Kenduri Cinta yang di adakan setiap hari jumat minggu kedua di setiap bulannya di plasa TIM Jakarta. Ada rasa sedih dan nyesel jika saya tidak bisa hadir kesana, dan yang paling menyedihkan adalah jika "kekasih tua" saya Cak Nun tidak hadir pula di sana. Tidak ada rasa bosan, rasa kantuk, atau lelah untuk mendengar apapun yang beliau sampaikan, semua yang keluar dari lisan beliau selalu menarik,segar dan mengundang gelak tawa namun tetap sarat makna. Bayangkan saja, hanya beralaskan tikar, kita duduk sejak jam 8 malam sampai jam 4 pagi tapi kita tetap khusyuk dan tak berniat untuk beranjak pergi. Kata-kata Cak Nun sungguh manis dan magis terasa.
Ada rasa kangen luar biasa jika sebulan saja saya tidak bersua dengan beliau, tidak mendengar ceramah beliau, seperti ada yang kurang dalam diri saya. Ada ikatan batin yang selalu menarik hati saya untuk selalu ingin bertemu dan sinau bareng beliau. Rasa kangen saya ini memang bukan kangen biasa dan yang paling aneh adalah baru kali ini saya mau untuk cipika cipiki kepada sesama jenis, ya jujur hal demikian belum pernah saya lakukan sepanjang hidup saya, bahkan kepada ayah saya sekalipun, apalagi dengan saudara atau sahabat. Saya masih merasa tabu dan enggan melakukannya. Tapi sekali lagi entah di pengaruhi apa, entah kena pelet merk apa justru yang pengen "nyosor" dan meluk duluan jika bersua dengan beliau (baca: Cak Nun) adalah saya. Ini menggelikan tapi saya senang melakukannya, dan memang ada benarnya pepatah bilang; jangan benci atau tidak suka kepada orang secara berlebihan nanti kamu kena "karma" bisa balik 180 derajat menjadi suka dan tergila-gila kepadanya dan saya adalah salah satu korban dari pepatah tersebut.
Satu lagi yang berkesan buat saya adalah semenjak saya membaca buku-buku dan puisi karya CN, saya terinspirasi pula untuk berani menulis, ya menulis apapun yang ada dalam ruang imaji saya, menulis puisi, esai, lagu, cerpen dan InsyaAllah saya juga berhasrat ingin membuat sebuah buku. Dan itu semua saya harapkan agar bisa memberi manfaat terutama untuk diri saya pribadi, bagi masyarakat luas dan memajukan peradaban bangsa.
Akhirnya saya atas nama pribadi, ingin menyampaikan permohonan maaf yang sedalamnya kepada CN dan keluarga besar Maiyah jika dulu saya hanya memandang sebelah mata, namun kini saya haturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Cak Nun dan penggiat KC semua, terimakasih atas ilmu, cinta dan inspirasi yang telah di tularkan khususnya kepada saya dan bagi seluruh jamaah maiyah di mana pun berada.
Salam kangen kagem Ayahanda tercinta Emha AN
Bekasi, Agustus 2013
Oleh
@MuhammadonaSetiawan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar