Selasa, 29 September 2015

Esai - "Syafaat"

"SYAFAAT"


Sebelumnya mohon maaf dengan sangat. Mungkin dari sekian banyak ibadah kita selama di dunia, baik ibadah mahdoh maupun muamalah, tak ada satupun yang bisa kita andalkan saat menghadap sang Rabb' di yaumil akhir sana. Kalau misalkan ada tolong sebutkan! Syahadat kita? Coba kita tanya pada diri kita masing-masing, apakah syahadat kita sudah benar-benar meyakini bahwa Tuhan kita adalah Allah Ta'alla saja, atau ada "tuhan-tuhan" yang lain yang secara tidak sadar justru kita tuhankan. Sebab di Republik ini banyak sekali sesuatu yang telah di jadikan "tuhan", seperti; uang, jabatan, kekuasaan dan sebagainya. Sekali lagi tanyakan pada hati nurani kita yang paling dalam, masih adakah sesuatu selain Allah yang kita tuhankan dalam kalbu kita. Jangan sampai kalimat syahadat hanya di lisan saja tanpa di hayati dan di implementasi dalam kehidupan kita nyata sehari-hari.

Kemudian apakah kita juga benar telah mengakui bahwa nabi Muhammad SAW adalah rasul utusan Allah?' jika kita sudah mengakui bahwa Muhammad rasulullah lalu apakah kita juga sedia mengikuti suri tauladannya?" Pada kenyataannya kita memang rajin bersholawat kepada baginda nabi namun kita enggan mencontoh perilaku arif beliau. Hanya sekedar membaca dan mendengar tentang riwayat kehidupan beliau namun ogah untuk mempraktekkannya dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam menyampaikan dakwah agama, cara nabi adalah mengajak umat untuk mengenal islam dan menjalankan syariatnya. Yang namanya mengajak itu dengan cara santun dan damai tanpa paksaan. Beda dengan orang sekarang, mereka tidak mengajak umat untuk berislam tapi mengejek kepercayaan lain agar mereka mau masuk islam. Ini kan intoleran dan bertolak belakang dengan caranya kanjeng nabi. Muhammad di utus dengan membawa panji rahmatan lil'alamin, Ia menjadi rahmat dan cahaya bagi semesta maka segala sesuatu yang kita perbuat hendaknya meniru apa yang di ajarkan Nabi.

Kemudian soal sholat? Apakah sholat yang kita kerjakan selama ini benar-benar sudah khusyu' dan tawadhuk? Apakah saat sholat pikiran kita sudah terlepas dari dunia, dan hati kita hanya mengingat dan menghadap Allah azza wa jaala. Ataukah hanya raga kita yang jengkang-jengking melakukan gerakan sholat namun pikiran dan hati kita melayang kemana-mana. Mikirin makan, mikir utang, mikir motor di parkiran dan entah mikir apalagi. Atau mungkin juga sholat kita hanya sebatas untuk menggugurkan kewajiban saja, yang penting kan sholat, urusan khusyuk tidaknya itu belakangan. Sholat hanya di anggap sebagai rutinitas sehari-hari bukan di jadikan sebuah kewajiban sekaligus kebutuhan kita sebagai manusia dan hamba. Allah sama sekali tidak butuh ibadah kita, tapi kita yang butuh DIA, butuh sekali sebab kita tidak bisa berbuat apa-apa tanpa seizin-Nya. Kita juga tidak punya apa-apa jika tidak "di titipi" sama Allah. Jadi sudah baikkah sholat kita, hanya hati kecil kita sendiri yang mengetahuinya.

Lalu bagaimana dengan ibadah shaum kita? Allah hanya mewajibkan kita umat muslim untuk berpuasa sebulan penuh dalam kurun setahun sekali yaitu di bulan Ramadhan. Mungkin, untuk puasa wajib kita lancar-lancar saja, sebab puasa di bulan ramadhan itu seru, banyak temannya dan saat berbuka banyak sekali menu takjil yang menggugah selera. Hal ini pun menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian besar masyarakat muslim kita. Namun ada juga yang berpuasa hanya karena merasa nggak enak sama teman/tetangga. Niat mereka berpuasa bukan karena Allah, tapi karena merasa nggak enak jika di di rasani sama orang lain; " jare wong islam kok gak poso". Jadi puasa model begini hanya akan mendapatkan lapar-dahaga saja. Tidak ada nilai ibadah yang di dapat  jika niatnya bukan Lillahi ta'alla sebab pahala orang berpuasa, Allah sendirilah yang akan langsung memberinya. Ketika kita berpuasa berarti kita belajar "meniru" sifat-sifatnya Allah SWT. Allah tidak makan tidak minum, saat puasa kita juga tidak di bolehkan makan dan minum dari mulai fajar sampai waktu maghrib datang. Yang perlu tahu kita puasa atau tidak cukuplah Allah saja dan diri kita sendiri. Puasa itu "ibadah hati", tidak usah di perlihatkan, tidak perlu minta di hormati oleh siapapun. Banyak fenomena di sekitar kita yang salah kaprah, dimana saat masuk bulan Ramadhan, warung-warung makan dan restoran di anjurkan untuk tutup pada siang hari. Ini di tujukan sebagai salah satu bentuk "penghormatan" kepada mereka yang berpuasa. Hal ini justru terbalik, puasa itu kan ibadah maka saat kita beribadah mestinya kita yang harus berhati santun menghargai orang lain yang tidak berpuasa. Ingat, masyarakat kita bukan muslim semua lho, kalau warteg/resto di suruh tutup semua nanti mereka yang non muslim mau beli makan dimana? Nanti penjual nasi padang dan kawan-kawannya dapat penghasilan darimana. Apabila kita menghendaki para penjaja makanan agar tutup di siang hari, maka secara tidak langsung kita berusaha menghambat dan membatasi peluang rejeki yang akan mereka dapatkan. Jangan di pukul rata, menganggap semua orang di masyarakat kita menjalankan puasa, jauh lebih bijak apabila kita yang berpuasa ini menghormati mereka yang tidak berpuasa.

Selanjutnya tentang zakat, infak dan sodaqoh. Sudah ikhlaskah kita tiap kali kita mengeluarkan dana zakat dan sodaqoh. Apakah masih ada perasaan ngganjel ketika kita berzakat. Padahal jelas-jelas 2,5 % dari harta yang kita miliki adalah haknya kaum dhuafa. Ataukah kita gemar bersedekah hanya mengharap puja-puji oleh manusia, biar orang-orang awam mencap kita sebagai ahli sedekah, lalu banggalah kita. Begitu pun dengan ibadah haji yang kita tunaikan, apakah niat berhaji kita memang sungguh untuk menyempurnakan rukun islam dan memenuhi panggilan-Nya. Atau lebih mementingkan gelar haji semata, sehingga ketika kita keluar rumah orang-orang akan memanggil kita dengan sebutan pak Haji/ bu Haji dan merasa terhormatlah kita.

Sungguh menjijikkan jika seluruh bentuk ibadah kita selama ini hanya bersifat "seremonial" semata, tanpa memaknai makna dan hakikat ibadah yang sebenarnya. Maka ada satu hal yang InsyaAlloh bisa kita harapkan dan andalkan pada saat hari penghitungan amal di gelar. Satu hal tersebut adalah SYAFAAT dari Rasulullah Muhammad SAW. Manusia paling mulia, kekasih-Nya Allah Tuhan semesta. Syafaat adalah hak prerogatif untuk menawar nasib kita dihadapan Allah. Seumpama gaji kita hanya rata-rata 65 ribu per hari, tetapi naik turunnya ekonomi nafkah kita itu bisa sangat dipengaruhi oleh fluktuasi "cinta" kita kepada Baginda Nabi. Jadi syafaat rasul adalah hak prerogatif Muhammad untuk meringankan keadaan kita di dunia maupun di akhirat, itu menyangkut keluarga kita, menyangkut nasib kita di akhirat, dan semuanya. Sehingga mari mulai dari sekarang dan jangan di tunda lagi untuk mencintai kanjeng Nabi, kita ikuti perangainya, kita teladani sifat-sifat arifnya. Kita haturkan sholawat-salam kemesraan baginya, semoga kanjeng Nabi berkenan menyambut segenap cinta kita, sehingga rasululullah tak tega jika tidak mengakui kita sebagai umat followernya dan intinya beliau bersedia memberikan syafaatnya bagi kita semua. Semoga


@MuhammadonaSetiawan

Sajak - "Segalanya Sederhana"

" Segalanya Sederhana "


Yang ku kejar selama ini adalah fana
Yang ku damba sekian lama ini semu semata

Terbuai dalam kepalsuan
Di ombang-ambing jiwa ragaku oleh keduniawian

Lama aku berkelana
Tak ku temu ketenangan jua
Tenaga, biaya, airmata habis terkuras
Semua bias, sirna tak membekas

Aku di tampar kehidupan
Di hajar karma membabi buta
Di putar balikkan oleh ucapanku sendiri yang keluar
Akan tetapi aku bersyukur, bersyukur luar biasa
Putaran roda menuntunku
Rentetan karma membuka sadarku

Terimakasih Tuhan,
Kini aku mulai jijik dengan kemewahan
Muak dengan predikat
Alergi dengan eksistensi
Dan tak sibuk lagi memburu gelar, jabatan apalagi kedudukan

Aku ingin segalanya sederhana
Makan sederhana
Berpakaian sederhana
Apa-apa sederhana

Patuh pada perintah-Mu
Teguh pada iradat-Mu
Nerima Qodo' - Qodar-Mu
Bahagia atas kearifan kasih-Mu
Hidup tentram oleh kemurahan hati-Mu




@MuhammadonaSetiawan


Minggu, 27 September 2015

Esai - "Rumus Kelapa"

" Rumus Kelapa "


Hari ini mari kita belajar ilmu kelapa. Kelapa atau bahasa jawanya di sebut kambil, mengalami proses step demi step untuk menjadi sebuah kelapa. Berawal dari sebuah bluluk kemudian menjadi cengkir lalu jadi degan dan akhirnya menjadi apa yang kita sebut kelapa/kambil. Bluluk adalah kelapa ketika masih bayi. Cengkir adalah kelapa ketika kanak-kanak. Degan adalah kelapa tatkala remaja. Dan kelapa adalah bluluk itu sendiri, adalah cengkir itu sendiri, adalah degan itu sendiri ketika sudah dewasa, matang dan sempurna.
Saat masih bluluk (kelapa bayi), belum ada manfaat yang bisa di ambil darinya. Setelah jadi cengkir barulah ada sedikit yang bisa kita ambil manfaatnya. Jaman dulu dan kebiasaan orang Jawa memberikan daging dari cengkir yang masih lembut atau klamut-klamut kepada bayi yang baru lahir atau masih berusia bulanan sebagai asupan makanan. Ketika sudah jadi degan kemudian kelapa maka hampir semua bisa kita ambil manfaatnya. Air dan daging degan bisa sebagai bahan membuat es degan. Daging kelapa bisa di parut, di peras dan jadilah santan, tempurung/bathoknya bisa di bikin jadi gayung atau irus juga bisa. Kulit kelapa/sepet bisa di buat menjadi sapu, keset atau bahan kerajinan tangan.

Metamorfosa pada kelapa bisa juga di analogikan dengan kita manusia. Setiap manusia pun mengalami sebuah proses pertumbuhan dan perubahan. Dari bayi lahir kemudian jadi kanak-kanak tumbuh lagi menjadi remaja dan selanjutnya dewasa. Lalu sekarang, di manakah letak posisi kita saat ini. Masih bluluk kah atau bayi, cengkir atau kanak-kanak, degan atau remaja atau sudah dewasa seperti kelapa. Jika sudah menjadi "kelapa" maka pikiran dan sikap mestinya sudah dewasa. Dan yang paling penting adalah harus memberi banyak manfaat seperti halnya kelapa. Tangan kita harus manfaat, kaki kita mesti manfaat, pikiran, ilmu, harta dan semua yang ada pada diri kita seyogianya bisa memberikan nilai dan manfaat bagi sekitar kita, baik keluarga, tetangga, masyarakat, dan seterusnya.

Bahkan dalam penciptaan kitab suci pun berlaku "rumus" kelapa. Terdapat korelasi disana. Allah menciptakan kitab zabur (bluluk) dan di berikan kepada Nabi Daud As. Lalu di perbarui secara eskalatif menjadi Taurat (cengkir) untuk kemudian di berikan kepada Nabi Musa As. Di kembangkan lagi secara komprehensif menjadi Injil (degan) di berikan kepada Nabi Isa As. Dan akhirnya di sempurnakan menjadi Alqur'an (kelapa) yang di karuniakan kepada sang baginda Nabi Muhammad SAW.

Lagi-lagi mari kita posisikan dimana letak saya, anda dan kita semua. Di titik mana saat ini kita berada. Satu yang pasti, hendaknya kita bisa belajar dan mengilhami "rumus" metamorfosa pada kelapa. Di umur dunia yang singkat ini, mari berusaha untuk  menjadi manfaat seperti kelapa, belajar terus menjadi dewasa dan senantiasa meng"Qur'an"kan hidup kita sampai ajal menjemputnya.


Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Kamis, 24 September 2015

Cermin - "Bardan dan Tuhan" #2

" Bardan dan Tuhan " #2


" Tuhan, saya pengen curhat padaMu"
" Ada apa Bar?"
" Kenapa, akhir-akhir ini saya dapat musibah terus, seakan nggak ada habisnya"
" Musibah apa tho Bar?"
" Lohh, emang sampeyan ndak tahu, kan semua terjadi atas kehendakMu"
" Iya Aku tahu, tapi yang kamu maksud musibah itu yang mana?"
" Sebulan yang lalu, istri saya Kau ambil (meninggal dunia), belum hilang rasa dukaku, hari ini saya jatuh dari motor, tangan kiri saya patah".
" Ohh,.."
" Engkau tidak kasihan pada saya Han!"
" Bar, Aku kan dari dulu sudah bilang; semua yang asalnya dariKu maka pasti kembali jua padaKu (Ilaihi roji'un). Istrimu milikKu bukan?"
" Iya Han."
" Anakmu punya siapa?"
" Punya sampeyan juga."
" Harta bendamu, rumahmu, seluruh yang melekat padamu itu punya siapa?"
" Ya sama, milik Tuhan juga."
" Kalau semua itu milikKu, dan Ku ambil sewaktu-waktu boleh nggak?".
" Ya boleh, wong punyane sampeyan kok."
" Jadi apa Aku salah kalau mengambil yang milikKu sendiri?"
" Nggak."
" Begini Bar, sebenarnya bagiKu tidak ada yang namanya musibah."
" Maksudnya Han..."
" Kalau kamu bisa mencari alasan untuk terus bersyukur atas kehendak apapun dariKu, maka kamu tidak akan mengenal yang namanya musibah."
" Kok bisa begitu Han?"
" Saat istrimu meninggal, kamu tetap bisa bersyukur bahwa anak-anakmu belum ku "ambil", mereka masih hidup dan menjadi penyemangat hidupmu untuk melanjutkan hidup. Doakan istrimu agar kelak kalian bisa berkumpul lagi di jannahKu.
" (Bardan berkaca-kaca)."
" Ketika kamu jatuh dari motor kemarin dan tangan kirimu patah, kamu tetap harus bersyukur, karena cuma tangan kiri yang patah, sedang leher dan kakimu masih utuh, sehingga kamu masih bisa berjalan.
" (Bardan menangis tersedu)."
" Bar, carilah terus alasan untuk bersyukur, atas apapun ketentuan dariKu. Niscaya hidupmu hanya terisi oleh untung, untung dan untung."
" Iya Han, terimakasih." (Bardan sesenggukan)
" Akulah Maha memberi yang di minta/ sangka oleh hamba-Ku, ketika kau minta kuatkan hamba Tuhan, maka Aku kuatkan engkau. Ketika kau berucap, kenapa hidupku susah dan terus kena musibah, maka Aku pun memberi yang kau ucap, yaitu susah dan musibah."
" (Pecah tangis Bardan)."
" Mintalah dan sangkalah Aku dengan yang baik-baik, maka baik-baik pula yang akan kau dapatkan."
" Terimakasih Tuhan, (Bardan menengadahkan tangan)).



@MuhammadonaSetiawan

Sajak - "Sajak sunyi"

" Sajak Sunyi "


Senja sumbang
Ku susuri jalan pasar kembang
Bersama jiwaku yang separuh mengambang
Lusuh aku melaku gentayang
Serupa bocah yang sudah lama hilang
Duh, sungguh mengenaskan!

Aku kini bergeser ke Malioboro
Menyisir hingga tepi pasar Beringharjo
Lalu lalang roda dan manusia
Tak ku anggap ada, tiada semua
Sorak sorai para penjaja kaki lima
Aku tepis, coba menafikannya

Aku menahan diri
Menahan hawa nafsuku sendiri
Ku tekan semua ambisi
Memuasakan mata, telinga juga hati

Aku menepi
Aku memilih jalan sunyi
Tak ikut gegap gempita sajian dunia
Tak ingin hanyut dalam suka-cita yang fana

Di Malioboro ini
Di sepanjang jalan sakral ini
Aku ingin berenang, menyelami setiap inchi dari kedalaman ilmu sang guru Paranggi

Aku mau napak tilas, menggali bekas-bekas para sufi jalanan, yang menggoreskan tinta emas peradaban

Dan aku di sini merenung, merekondisi betapa panjangnya perjalanan, betapa berat mendera perjuangan seorang Emha

Aku merasakan getarannya dalam hati
Aku berdiskusi asyik dengan mereka di ruang sunyi, sunyi sekali
Jalan sunyi, menuntun pada jati diri
Puasa hati, membawa pada yang sejati



Yogya, September 2015

@MuhammadonaSetiawan

Rabu, 23 September 2015

Cermin - Bardan dan Tuhan

"Bardan dan Tuhan" #1


" Tuhan, tolong jelaskan pada saya!"
" Jelaskan apa Bar?"
" Jelaskan tentang makna dan memaknai rukun islam."
" Aku tanya dulu, ada berapa rukun islam Bar?"
" Ada 5 Han."
" Apa saja itu Bar?"
" Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat, Haji,, bener kan Han?"
" Iya benar, Syahadat adalah mempersembahkan niat, persembahkan niatmu untuk bersaksi bahwa Aku Tuhan-Mu dan  Muhammad rasul utusan-Ku.
" Kalau sholat?"
" Sholat adalah mempersembahkan waktu, persembahkan waktumu untuk menunaikan sholat dalam rangka menyembah-Ku.
" Puasa?"
" Puasa adalah mempersembahkan fisik, persembahkan fisikmu untuk menahan lapar-dahaga dan hawa nafsu sebagai satu bentuk meneladani sifat-Ku.
" Kalau Zakat Han?"
" Zakat adalah mempersembahkan harta, persembahkan sebagian hartamu kepada dhuafa guna membersihkan noda dan kotoran yang terselip di dalamnya."
" Nah Haji?"
" Haji adalah mempersembahkan semuanya sekaligus; niat-waktu-fisik-harta, sebelum sampai yang terakhir, kamu pastikan yang sebelumnya mesti beres dulu."
" Penjelasan Anda sungguh brillian Han."
" Namanya juga Tuhan."


@MuhammadonaSetiawan

Selasa, 15 September 2015

Cerpen - " Tumbuh-teduh "

" Tumbuh-teduh "


Hari minggu kemarin, 13 September 2015, aku pergi ke rumah kawan lamaku di daerah Gemolong. Kawanku itu punya nama panjang sekali; Nathanael Adhi Berhana Purwanto, dan ia biasa di panggil Adhi. Dulu jaman SMA, aku dan Adhi teman satu kelas saat duduk di bangku kelas 2. Kita berdua akrab sekali, dan salah satu penyebabnya adalah karena kita sama-sama suka musik.

Pertama kali aku main ke rumah Adhi, ya saat kelas 2 SMA dulu. Dan Adhi ini adalah satu-satunya teman sekelasku yang beragama kristen. Di rumahnya terdapat gereja yang di peruntukkan sebagai tempat ibadah bagi para jemaat. Awal mula bermain ke rumah Adhi, jujur aku merasa sedikit canggung sebab itulah kali pertama aku masuk ke dalam gereja. Seumur hidupku belum pernah yang namanya datang atau masuk ke sebuah gereja. Namun setelah berkali-kali main ke sana, semua menjadi wajar dan biasa-biasa saja.
Pernah dulu ketika pulang sekolah aku main ke rumah Adhi. Waktu itu ada semacam pertanyaan yang ingin ku ajukan padanya (Adhi), tentang bagaimana ceritanya seorang Yesus bisa di sebut sebagai "Tuhan". Mendengar pertanyaanku yang sedikit aneh itu, Adhi cuma tersenyum dan bilang; begini aja Don, aku punya CD film yang isinya menceritakan tentang proses tuhan Yesus bisa menjadi Allah bagi umat kristiani, kita tonton saja. Akhirnya kita berdua menonton film yang durasinya sekitar 45 menit tersebut.

Setelah melihat film tersebut, tentu aku mendapatkan "sesuatu" yang bisa ku ambil dan aku punya perspektif sendiri tentang bagaimana seorang Yesus di tuhankan oleh umat Kristiani. Begitu juga dengan Adhi, pasti dia pun punya pandangan dan kepercayaan sendiri yang sungguh ia yakini. Dan aku sangat menghargai apa yang ia percayai dan yakini. Sebaliknya Adhi, ia juga menghormatiku sebagai temannya yang beragama muslim. Semisal tiba waktu sholat, aku izin ke dia, dan aku di persilakan untuk mengerjakan sholat di rumahnya, di gereja miliknya. Bagiku tidak ada masalah, apabila aku mengerjakan sholat di gereja, selama yang punya gereja mengizinkannya. Gereja kan hanya namanya, dan ketika aku bersujud, di situlah "masjid", walaupun tempat itu bernama gereja. Selama ini kita hanya fokus dan menjurus pada bab nama, brand atau sebutan, padahal yang lebih penting itu bukan nama, gelar atau predikat yang melekat. Yang jauh lebih penting itu adalah fungsi dan manfaatnya. Terserah tempat/bangunan itu bernama apa, namun ketika kita mendirikan sholat dan bersujud di situlah berfungsi sebagai masjid bagi kita.

Dan kemarin  setelah 11 tahun lamanya, akhirnya aku bisa datang kembali ke rumah Adhi. Gerejanya masih berdiri megah, anjing piaraannya juga masih menyalak keras, seolah ingin menyapa dan "mengucapkan" selamat datang kepadaku. Keluarga besarnya masih kompllit, mamanya Adhi juga masih ingat betul namaku, sedangkan papanya lupa-lupa ingat. Kakak dan adik-adiknya pun ramah menyambutku. Mereka semua sangat care dan welcome kepadaku, nggak ada yang berubah, masih sama seperti dulu. Dan seperti yang di sampaikan di awal bahwa aku dan Adhi berteman dekat dan akrab karena kita sama-sama hobi bermusik. Kita sama sekali tidak mempedulikan tentang agama dan latar belakang kita. Dan sore kemarin kita bernostalgia, kita berduet bernyanyi di gereja Pantekosta miliknya. Aku bertugas untuk menyanyi dan Adhi memainkan jari-jarinya di atas not piano. Indah sekali tatkala bait-bait lagu di iringi denting piano nan merdu. Seindah persahabatan kita yang tumbuh dan teduh di atas perbedaan.



Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Sajak - "Kidung Hujan"

" Kidung Hujan "


Duduk ku termangu
Bernaungkan langit sendu
Butir lirih tersipu malu
Pada kemarau yang enggan lalu

September menghabis
Oktober segera rilis
Sudilah kau kenan hadir
Ribuan orang mengharapmu getir

Kering bumi butuh basuhmu
Dedaunan layu ingin sentuhmu
Rintikmu jadi pemantik
Guyurmu menjadi penyubur

Hujan,
Kidung syahdu menyahutmu
Senandung merdu menyambutmu
Turunlah mengalun
Dengan bahasamu yang santun



Śragen, 15 Sept 2015


Karya
@MuhammadonaSetiawan

Sabtu, 12 September 2015

Esai - "Berteguh-patuh"

" Berteguh-patuh "


Hari raya Idul Adha 1436 H tinggal hitungan hari lagi. Meski tak semeriah perayaan hari raya Idul Fitri namun hari Idul Qurban tetap memberikan kesan tersendiri. Ritual yang jamak di lakukan oleh kaum muslim di bulan Dzulhijjah adalah menunaikan ibadah haji bagi mereka yang "mampu" secara lahir dan batin dan juga menyembelih hewan qurban. Kenapa umat muslim di suruh berhaji, ini tak lain sebagai bentuk penyempurnaan atas 5 rukun islam yang kita emban dan yakini selama ini. Dan kenapa juga kita di perintahkan oleh Allah untuk menyembelih hewan qurban. Hal ini di maksudkan agar kita mau belajar dan meneladani tentang kisah ketaatan seorang Nabi Ibrahim As beserta Ismail anaknya. Bahwa rela berkurban demi ketaatan kepada Allah, menjadi hal utama yang harus di utamakan bagi kita semua selaku hambaNya.

Lalu bagaimana, jika kita belum bisa berhaji saat ini? Bagaimana pula, kalau kita belum mampu menyembelih hewan qurban?'. Tak apa-apa dan jangan berkecil hati, tetaplah dalam kesabaran. Dan jangan pernah letih, untuk bermunajat menghamba kepada-Nya, agar kelak Allah izinkan kita untuk menunaikan keduanya. Bagi siapa yang belum mampu menyembelih hewan kurban-nya, hendaklah ia sembelih hawa nafsunya agar terraih kasih kurnia. Bagi siapa yang belum mampu sampai ke Baitullah bersebab jauhnya, hendaklah dia tuju Rabbnya Ka'bah yang lebih dekat daripada urat lehernya, kapan pun jua. Bagi siapa yang belum mampu bersa'i antara safa dan marwa, hendaklah ia berlari kala seruan memanggilnya. Bagi siapa yang belum kuasa berdiam wukuf di Arafah, hendaklah ia berteguh patuh pada perintah dan bebatas Allah. Dan bagi siapa yang belum kuasa mabit-bermalam di Muzdalifah, bermalamlah dengan ketaatan pada Allah, agar akrab padaNya dan dekat bermesra.



Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Minggu, 06 September 2015

Cermin - "Kisah Bocah"

"  Kisah bocah "


Iba bercampur salut, ketika melihat foto seorang bocah yang berusia kisaran 7 tahunan, bertelanjang dada sedang mengangkat tumpukan batu bata dengan penuh semangat dan peluh keringat. Iba pasti, karena bekerja seperti itu bukanlah pekerjaan yang layak bagi bocah seumuran dia. Namun juga salut jika ia rela bekerja demi untuk menyambung hidupnya. Entah apa yang ada di benak sang bocah tersebut, apakah ia benar-benar bekerja karena kemauan dia sendiri, atau orang tuanya lah yang menyuruh dia melakukan pekerjaan berat tersebut. Tentu belum waktunya jika seorang bocah 7 tahunan harus bekerja mencari rupiah, tugas anak tidak lain cuma satu yaitu bersekolah. Namun hal demikian nampaknya sudah tak asing lagi bagi kebanyakan kita, sebab hidup di jaman sekarang ini memanglah keras dan banyak tuntutan. Bahkan etika dan norma pun kadang sudah tak lagi di hiraukan apalagi kehidupan di kota-kota besar yang menuntut hidup lebih keras lagi, kalau istilah orang jawa " ora obah, ora mamah " yang artinya barang siapa yang tidak bergerak/ bekerja maka tak akan bisa makan dia.
Kembali lagi soal kisah bocah tangguh di atas, bagi saya ada pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari fenomena tersebut. Yang pertama, jika seorang bocah saja sanggup bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka kita-kita yang merasa bukan bocah lagi atau telah dewasa, baik umur atau pikirannya maka akan malu rasanya jika kita tidak mau bekerja keras pula untuk bertahan hidup. Apapun bisa kita kerjakan kok untuk mendapatkan uang, semisal; berdagang, jadi tukang loper koran, jadi buruh serabutan, bisa juga buat kerajinan lalu di jual atau bahkan ngamen sekalipun tak jadi soal. Semua itu adalah cara-cara yang bisa kita lakukan untuk memperoleh uang dan penghasilan untuk memenuhi segala keperluan hidup kita sehari-sehari. Buang jauh-jauh rasa gengsi jika mau tetap hidup di jaman serba sulit sekarang ini, tidak ada pekerjaan rendahan, tidak ada pekerjaan kasar, semua pekerjaan baik asalkan di kerjakan dengan cara yang baik pula.
Pelajaran lain yang bisa kita ambil adalah mari kita sama-sama belajar menjadi manusia yang "peka", peka dalam banyak hal, peka dengan keadaan sekitar kita, peka dengan kondisi sosial masyarakat lingkungan kita. Manusia adalah makhluk sosial, yang sudah sewajarnya hidup berdampingan satu sama lain yang sama-sama saling membutuhkan. Penjual butuh pembeli, guru butuh murid, dokter butuh pasien, bos butuh karyawan dan begitu juga sebaliknya. Maka dari itu jadilah penjual dan pembeli yang baik, jadilah guru dan murid yang jujur, jadilah dokter dan pasien yang santun, jadilah bos dan karyawan yang berdedikasi. Ingatlah bahwa semua itu saling membutuhkan. Tidak ada yang kuat atau lemah, tidak ada yang tinggi atau rendah. Semua menjadi sama dan setara di dalam perannya masing-masing. Mengutip pesan Nabi bahwa sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang paling bermanfaat untuk sesama manusia. Maka sudah selayaknya siapa dari kita yang lebih berkewajiban membantu yang kekurangan. Yang kaya memberi kepada si miskin, yang pandai berbagi kepada yang fakir ilmu, yang kuat menguatkan yang lemah dan lain sebagainya. Sehingga akan tercipta suasana hidup yang aman, nyaman, seimbang dan bahagia di lingkungan masyarakat kita. Semoga


Bekasi, 13 Juni 2015

Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Kamis, 03 September 2015

Cermin - "SantaNusantara"

" SantaNusantara "


MAGIS! Ya, cuma kata itu yang pantas di sematkan kepada gamelan KiaiKanjeng saat mentas di acara Kenduri Cinta edisi Jumat, tanggal 08 Mei 2015 lalu, bertempat di plaza TIM (Taman Ismail Marzuki) Cikini, Jakarta pusat. Dengan mengusung tema " KiaiKanjeng Of the unhidden hand" para penggiat KC seolah ingin memberikan tempat dan waktu khusus kepada KiaiKanjeng untuk menjadi "bintang utama" pada acara malam itu. Saya salah satu dari jamaah maiyah, merasa beruntung sekali bisa hadir dan menyaksikan sebuah pagelaran dahsyat dari KK, sekaligus menjadi saksi sejarah bahwa pementasan KK pada malam itu merupakan pagelaran KiaiKanjeng yang ke-3645, luar biasa!

Acara maiyah Kenduri Cinta di mulai sekitar pukul 20.00 waktu setempat. Dan saya tiba di lokasi (baca; plaza TIM) pada pukul 21 lewat 20 menit. Para jamaah tampak sudah memadati, duduk melingkar di area maiyahan. Karena perut keroncongan, saya sempatkan dulu untuk mengisi perut, makan 2 bungkus nasi kucing, 1 tusuk usus dan 2 gorengan. Alhamdulillah kenyang sudah perutku.

Menginjak pukul 22.00 WIB, akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga. Terlihat para awak KiaiKanjeng telah tiba di lokasi maiyah dan satu persatu para personilnya naik ke atas panggung. Nampak pak Nevi Budianto sang pentholan KK, di susul mas Imam, pak Islamiyanto, mas Joko kamto, mas Jijit, mas Doni dll. Mereka kompak mengenakan kemeja batik yang terkesan sederhana. Tapi di situlah kemagisan itu berada, di balik kesederhanaan penampilan dan "jawane" mereka itu terdapat sebuah nilai seni tinggi yang mengagumkan dalam diri mereka. KiaiKanjeng memulai pementasan malam itu dengan membawakan nomor Gundul-gundul pacul, tembang yang kebanyakan dari kita menganggap sebagai lagunya anak-anak itu di bawakan secara apik serta di balut dengan aransemen yang ciamik. Banyak genre musik yang di masukkan di lagu tersebut, ada unsur gamelan jawa, kemudian di padu dengan pop, jazz, blues, namun semua itu tetap terdengar nikmat dan mengundang decak kagum, tak ketinggalan pula suara merdu mas Imam Fatawi yang semakin menambah warna performance KK. Perlu kita tahu bahwa sejatinya lirik dalam lagu Gundul-gundul pacul itu sarat akan makna dan mengandung filosofi hidup, di mana Cak Nun sering sekali membahas hal ini dalam  banyak kesempatan di acara Maiyah. Yang mana intisari dari lagu tersebut kurang lebihnya adalah apabila kita sedang menyunggi/mengemban sebuah amanah maka kita jangan gembelengan, jangan sembarangan karena jika asal-asalan kita bisa celaka. Pesan moral yang bisa kita terapkan dalam kehidupan nyata kita sehari-hari.

Tepuk tangan jamaah membahana ketika KK berturut-turut menyajikan nomor sholawat, di lanjutkan lagu bernuansa arab hingga lagu-lagu ala barat. Dan selalu ada surprise di setiap penampilan energik mereka. Di sela pertunjukan, mas Erik selaku moderator acara mengajak para personil KK untuk bercerita dan tanya jawab perihal perjalanan panjang KK. Pak Toto Rahardjo yang akrab di sapa pakde Tohar mengawali dengan menceritakan tentang awal mula berdirinya gamelan KiaiKanjeng. Beliau bilang; Dulu Cak Nun itu sangat vokal melawan rezimnya Soeharto, bermula saat akan di bangun bendungan Kedung Ombo di kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Cak Nun dan kolega bersikeras menentang pembangunan proyek bendungan tersebut. Dengan kedok "pembangunan", pak Harto ingin merealisasikan proyek tersebut, padahal waktu itu Cak Nun dkk menilai itu semua berbau kapitalisme yang akan merugikan rakyat setempat. Di mulailah gerakan-gerakan untuk mengkritisi pemerintahan orde baru kala itu. Lewat karya puisi, drama, dan buku-buku, Cak Nun mulai menyuarakan perlawanannya. Pementasan puisi dan monolog sering di lakukan dan tak jarang pula mendapat pencekalan. Dan suatu kali CN membuat naskah yang berjudul Pak Kanjeng di mana tokoh tersebut terinspirasi dari seorang pribumi di daerah Kedung Ombo. Naskah itu awalnya ingin di monologkan oleh Butet Kartaredjasa namun beliau tidak berani mementaskannya sendiri. Walhasil muncullah 3 aktor dalam pementasan Pak Kanjeng tersebut, mereka adalah CN sebagai penggagas acara, Nevi Budianto sebagai pengiring musik dan tentu Butet bertindak sebagai penampil monolog Pak Kanjeng. Itulah embrio atau cikal bakal terbentuknya gamelan KiaiKanjeng.
Dan ada satu hal yang baru aku ketahui saat pak Nevi sang kreator musik KK berkisah, bahwa KiaiKanjeng itu bukan nama group musik, tetapi KiaiKanjeng adalah sebutan gamelan yang mereka mainkan itu. Dan hampir semua nada dan aransemen musik KK di create oleh seorang Nevi Budianto. Saya angkat topi kepada beliau, bagaimana tidak, pasalnya musik KK itu benar-benar magis, all genre, mereka tidak terpaku pada satu jenis musik saja, mereka tidak pelog, tidak pula slendro. Mereka bukan pure gamelan, karena di sana terdapat gitar, bass, drum, biola meski saron dan bonang menjadi komponen utamanya. Mereka mungkin seperti big band atau orkhestra, mereka mampu meramu pelbagai macam jenis musik, di padu padankan sehingga menjadi sebuah sajian musik yang berkelas, magis dan berkualitas. Mas Islamiyanto pun menganalogikan bahwa musik KK itu ibarat santan kelapa. Jika kita ingin mendapatkan santan, maka kita akan mencari kelapa, memanjat pohon kelapa lalu memetik kelapanya, kemudian kelapa itu di kupas kulitnya sampai ketemu batok/tempurung kelapa, lalu di pecahkan tempurung itu, di congkel daging kelapanya, setelah itu di parut dan di peras barulah kita akan mendapatkan santannya. Proses yang cukup panjang untuk mendapatkan santan kelapa. Sekarang, semisal kita ingin membuat sebuah menu hidangan berbahan pisang, kolang-kaling, ubi dan lainnya, kemudian mencampurinya dengan santan maka kita semua akan sepakat menyebut menu tersebut bernama kolak pisang, bukan santan pisang, bukan santan ubi atau kolak santan juga bukan. Nah itulah KiaiKanjeng, laksana santan di mana ia tidak di sebut meski di perlukan, ia kurang di perhatikan padahal sangat vital, KK menjelma sebagai "santan" yang memiliki satu peranan penting, di mana ia sangat di perlukan keberadaannya, ia sangat di butuhkan fungsinya, yaitu untuk memberikan "rasa" gurih, enak dan lezat bagi khasanah musik, etnik, seni dan budaya Indonesia bahkan dunia.


Wassalam

Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Rabu, 02 September 2015

Esai- "Adab"

" ADAB "


Ada yang jauh lebih penting di banding sholat, puasa, membaca Alqur'an, sedekah atau bentuk ibadah yang lainnya. Yang lebih penting dari kesemua itu adalah "adab". Adab atau kesopanan dalam perilaku menjadi "lebih penting" untuk di utamakan dalam setiap melakukan suatu tindakan terlebih lagi dalam urusan ibadah.
Sholat itu penting, namun adab dalam menunaikan sholat jauh lebih penting. Berpuasa itu penting namun adab berpuasa itu yang lebih penting. Membaca ayat Qur'an juga penting namun adab membaca Qur'an jelas lebih penting. Begitu juga dengan sedekah, bersedekah itu penting namun lagi-lagi adab bersedekah jauh lebih penting. Sebab segala amal tanpa adab, bisa saja tidak mendapatkan keberkahan.

Misalnya begini, saya hendak memberikan anda uang cash sebanyak satu juta rupiah, namun uang tersebut saya sodorkan kepada anda dengan tangan kiri saya, lalu saya hamburkan lembaran uang itu persis di depan muka anda. Bagaimana reaksi anda, mungkin di hadapan saya anda diam dan "menerima" saja sembari memunguti lembar demi lembar rupiah tersebut. Namun bagaimana perasaan anda, melihat cara dan perlakuan saya kepada anda. Pasti anda tersinggung, marah, bahkan geram. Niat saya memang memberi namun yang anda dapatkan bukanlah kesenangan atas pemberian tersebut melainkan anda merasa rendah, terhina, terinjak-injak di karenakan cara saya yang tidak elok dan sopan. Uang satu juta rupiah itu pun tak ada guna manfaat apalagi keberkahan, baik bagi si pemberi atau penerima.

Dan mungkin anda akan jauh lebih bahagia, ketika ada tetangga anda yang datang ke rumah dengan senyum ramah sembari membawa semangkuk sayur asem dan ikan asin. Meski hanya sayur asem dan ikan asin, namun jika di berikan dengan cara yang baik dan sopan, hal tersebut tentu akan mengundang keberkahan, baik bagi pemberi dan penerimanya. Adab adalah mengagungkan segala sesuatu yang berhubungan dengan ibadah/agama.
Jika anda ingin melihat kedalaman agama seseorang, jangan hanya dari betapa banyaknya ia sholat, puasa atau bersedekah. Namun lebih lihatlah bagaimana mereka memperlakukan orang lain. Sebab, jika hablum minallah (vertikal) nya bagus tentu akan selaras dengan hablum minannas (horisontal) nya.


Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Cermin - "Belajar dari Slamet"

"Belajar dari Slamet"


Sore tadi sekitar pukul 05, Slamet Sambikerep mampir ke warungnya mas Naha. Ia hendak beli bensin dan sebungkus rokok. Karena mas Naha sedang di belakang, maka aku yang melayaninya.

" Bensine pinten mas? (tanyaku)
" Setunggal wae dik (jawabnya)  Slamet sering memanggilku dengan sebutan dik, agak geli sih sebenernya, tapi yowis ndak papa, hehee....
" Soko ngendi je mas? (tanyaku lagi)
" Balik kerjo, aku saiki dodol eskrim keliling.
" Wuuiiihh keren no.., nengdi dodole?
" Kulon kali dik, daerah brojol kono (jawab dia)

Setelah rampung mengisi bensin, tak sengaja aku lihat ada sarung terlipat di bagian joknya. Iseng aku tanya ke dia;
" Gowo sarung nggo sholat iki mas?
" Iyo dik, nangdi ketemu mejid aku langsung sholat. (jawabnya mantap)
" Ohh (aku bengong mendengar ucapannya)
" Kan gusti Alloh sing ngei urip, dadi kudu kelingan karo sing duwe urip (sambung dia)
" (aku semakin bengong mlongo)
" Ngene dik, bukan ngibadah untuk hidup tapi HIDUP UNTUK NGIBADAH. (tambah dia)
" Plaaakkkkkkk!!! (wajahku seperti di tampar keras saat mendengar kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya)

Seolah aku tak percaya, jika Slamet bisa berkata demikian. Maaf, mungkin kita semua sudah sama-sama tahu kalau Slamet memang sempat sedikit terganggu psikologisnya. Namun itu kan dulu, dia sekarang sudah membaik dan pulih seperti sedia kala. Dan ini adalah pertolongan Allah SWT, sebagai bukti bahwa Dia mencintai hambaNya yang mencintaiNya.
Sekarang mari kita membuka lebar mata, hati kita bahwa tidaklah baik melihat orang hanya sebelah mata apalagi merendahkannya. Dan hari ini kita bisa belajar dari seorang SLAMET, benar apa yang ia katakan, bahwa; " Bukan ibadah untuk hidup tetapi HIDUP UNTUK IBADAH". Jika mau jujur, silakan introspeksi diri kita masing-masing, apa yang selama ini telah kita lakukan dalam hidup ini. Apakah kita beribadah hanya karena telah di beri hidup, lantas kita malu sama yang "ngasih hidup" kalau kita nggak ibadah. Bukankah mulia sekali jika kita terapkan wejangan dari mas Slamet tadi, bahwa hidup kita ini hendaknya untuk beribadah, semua di niatkan untuk ibadah, apapun bentuknya, yang jelas bisa memberi manfaat untuk keluarga, tetangga, lingkungan sekitar dan seterusnya.

Hari ini aku belajar darinya (Slamet). Ternyata aku masih bodoh di hadapannya, aku masih awam tentang nilai kehidupan, dan mas Slamet di "tunjuk" Allah untuk mengajariku, mengingatkanku. Mungkin selama ini kita sering memandang remeh orang hanya dari casingnya saja, tanpa mau "melihat" isi hatinya. Kita gampang menilai orang begini-begitu tapi enggan menilai diri kita sendiri. Jangan-jangan yang "terganggu" mentalnya selama ini bukan Slamet, tapi saya, mungkin anda atau kita. Parahnya kita nggak sadar akan hal itu. Hanya Allah yang tahu, siapa yang lebih mulia di sisiNya, bukan saya, anda atau mereka.


Wassalam

Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Selasa, 01 September 2015

Cerpen- "Surga di toilet"

" Surga di toilet "


Pagi itu senin tanggal 13 Oktober 2014, seperti biasa aku berangkat kerja dari rumah pagi-pagi sekali sekitar pukul 05.00 WIB. Setiap hari senin aku pasti berangkat lebih awal dari hari biasanya, itu semua demi menghindari kemacetan di jalan, yang mana sudah menjadi rahasia umum kalau jalanan pasti macet parah di tiap awal pekan. Aku tinggal di perum Villa Anggrek, Karangsatria, Bekasi. Sebenarnya itu bukan rumahku sih, lebih tepatnya itu rumah kakakku jadi aku cuma sekedar numpang makan dan tidur di sana. Sedangkan kantorku ada di daerah Mangga 2 Jakarta utara. Sehari-hari aku bekerja di salah satu perusahaan Garmen sebagai staf administrasi dan sudah 2 tahun ini aku mencari nafkah di sana.

Aku naik motor dari rumah menuju stasiun Bekasi, kurang lebih sekitar 25 menitan sampai. Dan ku lanjutkan perjalanan dengan naik KRL Commuter line tujuan stasiun Jakarta kota. Saat sampai di depan loket, antrian sudah tampak mengular, dan aku pun ikut berjajar antri juga di sana. Hampir 15 menit lamanya, akhirnya dapat juga aku beli tiketnya. Masuklah aku ke peron dan seperti biasa gerbong Krl sudah penuh di jejali lautan manusia. Aku masuk dan berdesak-desakan dengan mereka semua yang sama-sama akan menuju Jakarta. Kereta pun berangkat, aku berdiri persis di depan pintu kereta sambil berpegangan besi tiang tempat duduk penumpang. Kereta melaju dan sampai di stasiun Kranji, pintu kereta terbuka dan calon penumpang di stasiun Kranji ternyata membludak juga, mereka berusaha masuk dan aksi saling dorong pun tak terhindarkan, badanku tergencet oleh badan para penumpang lain, tak berkutik aku karena memang tidak ada space lagi untuk bergerak. Aku cuma bisa berdiri pasrah dan berharap "penderitaan" ini akan segera berakhir.

Kereta merapat di st.Cakung, saat pintu terbuka para calon penumpang berebut hendak naik ke dalam kereta sambil berteriak "geser-geser". Tapi gerbong ini memang sudah overload, alhasil mereka pun mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam rangkaian gerbong kereta.
Kereta melaju menuju st.Klender dan lanjut ke st.Buaran, di stasiun inilah "penderitaan" ku yang lain muncul, tiba-tiba perutku mules luar biasa, maaf lubang di bawah ini (baca; anus) berulang kali mengeluarkan bunyi yang lirih tapi Naudzubillah  bau sekali, aku cuma bisa menahan nafas sambil nutupin hidung dan seolah tidak terjadi apa-apa. Mungkin orang-orang di dekatku juga mencium aroma tak sedap itu.  Tapi raut mukaku nggak bisa bohong, kalau sebenarnya  ia menyimpan sebuah derita. Aku cuma merintih dalam hati, tahan-tahan sebentar jangan keluar sekarang, buruan dong kereta, buruan sampai di st.Jatinegara, mules banget nih! Namun si masinis kereta nampaknya tidak mengerti atas penderitaan yang aku alami, sepertinya kereta ini lamban sekali lajunya. Ayo pak ngebut napa, teriakku keras dalam hati.
Tiba di st.klender kereta berhenti dan aku masih terus memegang perut yang semakin melilit setengah mati, dalam hati aku semakin mengumpat pada masinis dan semua penumpang di dalam kereta, cepaaatttttt jalannyaaa.......!!

Dan peluhku terus menetes deras seiring lantun kereta menuju jatinegara dan akhirnya kereta pun berhenti di st. Jatinegara, saat pintu terbuka aku langsung melompat keluar dan berlari kencang mencari dimana toilet berada sambil memegang erat perutku. Aku sudah nggak peduli lagi dengan orang yang lalu lalang di peron kereta. Sampai di toilet ada 3 pintu berjajar dan sialnya pintu itu tertutup semua, aku bilang sama abang si penjaga, udah lama ni bang yang di dalam?', tungguin aja jawab si abang dengan entengnya, berengsek kataku pelan, nggak tau apa gimana tersiksanya nahan BAB (Buang Air Besar). Aku coba ketok satu per satu pintu toilet tapi tak ada respon dari dalam, mungkin mereka sedang jongkok dengan konsentrasi tinggi untuk mengeluarkan segumpal hajatnya. Aku ketok lagi itu pintu dan tetap nggak ada suara yang menjawab, rasanya aku pengen keluarin ini hajat sekarang juga.
Bang, ada toilet lagi nggak disini?' ada di sebelah dekat musholla, jawab si abang singkat. Aku langsung lari menuju toilet di sebelah, sampai di sana ku lihat ada dua ruang toilet, yang satu pintunya tertutup dan yang satunya lagi pintunya kebuka tapi di atas pintu terpampang tulisan toilet wanita. Sori bang, boleh aku masuk toilet yang sebelah nggak? udah nggak nahan nih ucapku memelas, si abang penjaga toilet bilang; jangan itu toilet cewek, plisss bang ini dah mau keluar, aku diare bang, rayuku lagi dengan muka pucat pasi. Pas aku mau nyelonong masuk toilet wanita tiba-tiba ada perempuan paruh baya pakai kerudung cokelat yang juga mau buang hajat, dia bilang permisi saat lewat di depanku dan langsung masuk ke toilet wanita. Ampun, aku cuma bisa ngalah dan bersandar di tembok dengan masih memegang perut sembari mengelap keringatku yang semakin deras. Selang 5 menitan ibu tadi keluar dan aku bergegas ambil dompet di dalam tas kecil, ku tarik satu lembar 10 ribuan dan ku sodorin ke abangnya, sori bang aku nggak kuat lagi! Aku langsung masuk toilet wanita, ku lepas celana, jongkok dan aku keluarkan segala kemulesan dari dalam perutku, penderitaan panjangku selama di kereta seketika sirna setelah semua hajat keluar lancar.

Ohh lega rasanya, merdeka rasanya, serasa melayang-layang di udara, bak berada di surga. Padahal aku hanya jongkok di ruangan sempit berukuran 1 x 2 meter, bau dan jorok tapi di situlah aku merasakan dan mendapatkan apa yang namanya "surga". Keluar dari toilet ku ucapkan terimakasih banyak kepada si abang penjaga toilet. Dan aku bersiap untuk melanjutkan perjalanan lagi ke st.Kota. Aku sudah pasti terlambat masuk kantor tapi mau bagaimana lagi, buang hajat jauh lebih mendesak dan penting dari urusan yang lain.

Usai kejadian konyol nan tragis itu, aku bisa katakan bahwa untuk merasakan atau mendapatkan surga itu tidak perlu menunggu mati/ kiamat dulu. Menurutku surga dan neraka itu bisa kita nikmati sekarang juga, saat kita hidup di dunia ini. Intinya adalah surga dan neraka itu letaknya ada di dalam hati, kalau kita menikmati segala sesuatu dalam hidup ini dengan tenang, dengan rasa syukur maka kita sudah mendapatkan apa itu "surga", begitu juga sebaliknya kalau kita hanya bisa mengeluh dan marah pada keadaan yang menimpa kita, maka kita pun sudah me"neraka"kan diri kita sendiri.

Dan dari pengalamanku di atas, aku sudah merasakan neraka sekaligus surga hanya dalam kurun waktu 1 jam saja. Neraka yang ku rasakan adalah ketika perutku mulai mules pengen BAB dan pada waktu itu aku hanya bisa mengumpat dan marah pada keadaan dan itulah neraka yang aku ciptakan sendiri, sebab aku tak bisa tenang menghadapi situasi genting itu, maka nerakalah bagiku.

Namun setelah menahan mules, bersusah payah lari kesana kemari dan akhirnya aku berhasil untuk buang hajat di toilet wanita, maka aku pun telah merasakan betapa nikmatnya surga itu, ya "surga" yang tercipta di ruang sempit bernama toilet.
Maka ada hikmah yang bisa kita ambil dari cerita di atas, bahwa "surga" dan "neraka" itu bisa kita ciptakan sendiri dan bisa kita rasakan sekarang juga, sebab surga ataupun neraka itu letaknya ada di dalam HATI kita sendiri.


Oleh
@MuhammadonaSetiawan