"Belajar dari Slamet"
Sore tadi sekitar pukul 05, Slamet Sambikerep mampir ke warungnya mas Naha. Ia hendak beli bensin dan sebungkus rokok. Karena mas Naha sedang di belakang, maka aku yang melayaninya.
" Bensine pinten mas? (tanyaku)
" Setunggal wae dik (jawabnya) Slamet sering memanggilku dengan sebutan dik, agak geli sih sebenernya, tapi yowis ndak papa, hehee....
" Soko ngendi je mas? (tanyaku lagi)
" Balik kerjo, aku saiki dodol eskrim keliling.
" Wuuiiihh keren no.., nengdi dodole?
" Kulon kali dik, daerah brojol kono (jawab dia)
Setelah rampung mengisi bensin, tak sengaja aku lihat ada sarung terlipat di bagian joknya. Iseng aku tanya ke dia;
" Gowo sarung nggo sholat iki mas?
" Iyo dik, nangdi ketemu mejid aku langsung sholat. (jawabnya mantap)
" Ohh (aku bengong mendengar ucapannya)
" Kan gusti Alloh sing ngei urip, dadi kudu kelingan karo sing duwe urip (sambung dia)
" (aku semakin bengong mlongo)
" Ngene dik, bukan ngibadah untuk hidup tapi HIDUP UNTUK NGIBADAH. (tambah dia)
" Plaaakkkkkkk!!! (wajahku seperti di tampar keras saat mendengar kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya)
Seolah aku tak percaya, jika Slamet bisa berkata demikian. Maaf, mungkin kita semua sudah sama-sama tahu kalau Slamet memang sempat sedikit terganggu psikologisnya. Namun itu kan dulu, dia sekarang sudah membaik dan pulih seperti sedia kala. Dan ini adalah pertolongan Allah SWT, sebagai bukti bahwa Dia mencintai hambaNya yang mencintaiNya.
Sekarang mari kita membuka lebar mata, hati kita bahwa tidaklah baik melihat orang hanya sebelah mata apalagi merendahkannya. Dan hari ini kita bisa belajar dari seorang SLAMET, benar apa yang ia katakan, bahwa; " Bukan ibadah untuk hidup tetapi HIDUP UNTUK IBADAH". Jika mau jujur, silakan introspeksi diri kita masing-masing, apa yang selama ini telah kita lakukan dalam hidup ini. Apakah kita beribadah hanya karena telah di beri hidup, lantas kita malu sama yang "ngasih hidup" kalau kita nggak ibadah. Bukankah mulia sekali jika kita terapkan wejangan dari mas Slamet tadi, bahwa hidup kita ini hendaknya untuk beribadah, semua di niatkan untuk ibadah, apapun bentuknya, yang jelas bisa memberi manfaat untuk keluarga, tetangga, lingkungan sekitar dan seterusnya.
Hari ini aku belajar darinya (Slamet). Ternyata aku masih bodoh di hadapannya, aku masih awam tentang nilai kehidupan, dan mas Slamet di "tunjuk" Allah untuk mengajariku, mengingatkanku. Mungkin selama ini kita sering memandang remeh orang hanya dari casingnya saja, tanpa mau "melihat" isi hatinya. Kita gampang menilai orang begini-begitu tapi enggan menilai diri kita sendiri. Jangan-jangan yang "terganggu" mentalnya selama ini bukan Slamet, tapi saya, mungkin anda atau kita. Parahnya kita nggak sadar akan hal itu. Hanya Allah yang tahu, siapa yang lebih mulia di sisiNya, bukan saya, anda atau mereka.
Wassalam
Oleh
@MuhammadonaSetiawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar