Pagi itu senin tanggal 13 Oktober 2014, seperti biasa aku berangkat kerja dari rumah pagi-pagi sekali sekitar pukul 05.00 WIB. Setiap hari senin aku pasti berangkat lebih awal dari hari biasanya, itu semua demi menghindari kemacetan di jalan, yang mana sudah menjadi rahasia umum kalau jalanan pasti macet parah di tiap awal pekan. Aku tinggal di perum Villa Anggrek, Karangsatria, Bekasi. Sebenarnya itu bukan rumahku sih, lebih tepatnya itu rumah kakakku jadi aku cuma sekedar numpang makan dan tidur di sana. Sedangkan kantorku ada di daerah Mangga 2 Jakarta utara. Sehari-hari aku bekerja di salah satu perusahaan Garmen sebagai staf administrasi dan sudah 2 tahun ini aku mencari nafkah di sana.
Aku naik motor dari rumah menuju stasiun Bekasi, kurang lebih sekitar 25 menitan sampai. Dan ku lanjutkan perjalanan dengan naik KRL Commuter line tujuan stasiun Jakarta kota. Saat sampai di depan loket, antrian sudah tampak mengular, dan aku pun ikut berjajar antri juga di sana. Hampir 15 menit lamanya, akhirnya dapat juga aku beli tiketnya. Masuklah aku ke peron dan seperti biasa gerbong Krl sudah penuh di jejali lautan manusia. Aku masuk dan berdesak-desakan dengan mereka semua yang sama-sama akan menuju Jakarta. Kereta pun berangkat, aku berdiri persis di depan pintu kereta sambil berpegangan besi tiang tempat duduk penumpang. Kereta melaju dan sampai di stasiun Kranji, pintu kereta terbuka dan calon penumpang di stasiun Kranji ternyata membludak juga, mereka berusaha masuk dan aksi saling dorong pun tak terhindarkan, badanku tergencet oleh badan para penumpang lain, tak berkutik aku karena memang tidak ada space lagi untuk bergerak. Aku cuma bisa berdiri pasrah dan berharap "penderitaan" ini akan segera berakhir.
Kereta merapat di st.Cakung, saat pintu terbuka para calon penumpang berebut hendak naik ke dalam kereta sambil berteriak "geser-geser". Tapi gerbong ini memang sudah overload, alhasil mereka pun mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam rangkaian gerbong kereta.
Kereta melaju menuju st.Klender dan lanjut ke st.Buaran, di stasiun inilah "penderitaan" ku yang lain muncul, tiba-tiba perutku mules luar biasa, maaf lubang di bawah ini (baca; anus) berulang kali mengeluarkan bunyi yang lirih tapi Naudzubillah bau sekali, aku cuma bisa menahan nafas sambil nutupin hidung dan seolah tidak terjadi apa-apa. Mungkin orang-orang di dekatku juga mencium aroma tak sedap itu. Tapi raut mukaku nggak bisa bohong, kalau sebenarnya ia menyimpan sebuah derita. Aku cuma merintih dalam hati, tahan-tahan sebentar jangan keluar sekarang, buruan dong kereta, buruan sampai di st.Jatinegara, mules banget nih! Namun si masinis kereta nampaknya tidak mengerti atas penderitaan yang aku alami, sepertinya kereta ini lamban sekali lajunya. Ayo pak ngebut napa, teriakku keras dalam hati.
Tiba di st.klender kereta berhenti dan aku masih terus memegang perut yang semakin melilit setengah mati, dalam hati aku semakin mengumpat pada masinis dan semua penumpang di dalam kereta, cepaaatttttt jalannyaaa.......!!
Dan peluhku terus menetes deras seiring lantun kereta menuju jatinegara dan akhirnya kereta pun berhenti di st. Jatinegara, saat pintu terbuka aku langsung melompat keluar dan berlari kencang mencari dimana toilet berada sambil memegang erat perutku. Aku sudah nggak peduli lagi dengan orang yang lalu lalang di peron kereta. Sampai di toilet ada 3 pintu berjajar dan sialnya pintu itu tertutup semua, aku bilang sama abang si penjaga, udah lama ni bang yang di dalam?', tungguin aja jawab si abang dengan entengnya, berengsek kataku pelan, nggak tau apa gimana tersiksanya nahan BAB (Buang Air Besar). Aku coba ketok satu per satu pintu toilet tapi tak ada respon dari dalam, mungkin mereka sedang jongkok dengan konsentrasi tinggi untuk mengeluarkan segumpal hajatnya. Aku ketok lagi itu pintu dan tetap nggak ada suara yang menjawab, rasanya aku pengen keluarin ini hajat sekarang juga.
Bang, ada toilet lagi nggak disini?' ada di sebelah dekat musholla, jawab si abang singkat. Aku langsung lari menuju toilet di sebelah, sampai di sana ku lihat ada dua ruang toilet, yang satu pintunya tertutup dan yang satunya lagi pintunya kebuka tapi di atas pintu terpampang tulisan toilet wanita. Sori bang, boleh aku masuk toilet yang sebelah nggak? udah nggak nahan nih ucapku memelas, si abang penjaga toilet bilang; jangan itu toilet cewek, plisss bang ini dah mau keluar, aku diare bang, rayuku lagi dengan muka pucat pasi. Pas aku mau nyelonong masuk toilet wanita tiba-tiba ada perempuan paruh baya pakai kerudung cokelat yang juga mau buang hajat, dia bilang permisi saat lewat di depanku dan langsung masuk ke toilet wanita. Ampun, aku cuma bisa ngalah dan bersandar di tembok dengan masih memegang perut sembari mengelap keringatku yang semakin deras. Selang 5 menitan ibu tadi keluar dan aku bergegas ambil dompet di dalam tas kecil, ku tarik satu lembar 10 ribuan dan ku sodorin ke abangnya, sori bang aku nggak kuat lagi! Aku langsung masuk toilet wanita, ku lepas celana, jongkok dan aku keluarkan segala kemulesan dari dalam perutku, penderitaan panjangku selama di kereta seketika sirna setelah semua hajat keluar lancar.
Ohh lega rasanya, merdeka rasanya, serasa melayang-layang di udara, bak berada di surga. Padahal aku hanya jongkok di ruangan sempit berukuran 1 x 2 meter, bau dan jorok tapi di situlah aku merasakan dan mendapatkan apa yang namanya "surga". Keluar dari toilet ku ucapkan terimakasih banyak kepada si abang penjaga toilet. Dan aku bersiap untuk melanjutkan perjalanan lagi ke st.Kota. Aku sudah pasti terlambat masuk kantor tapi mau bagaimana lagi, buang hajat jauh lebih mendesak dan penting dari urusan yang lain.
Usai kejadian konyol nan tragis itu, aku bisa katakan bahwa untuk merasakan atau mendapatkan surga itu tidak perlu menunggu mati/ kiamat dulu. Menurutku surga dan neraka itu bisa kita nikmati sekarang juga, saat kita hidup di dunia ini. Intinya adalah surga dan neraka itu letaknya ada di dalam hati, kalau kita menikmati segala sesuatu dalam hidup ini dengan tenang, dengan rasa syukur maka kita sudah mendapatkan apa itu "surga", begitu juga sebaliknya kalau kita hanya bisa mengeluh dan marah pada keadaan yang menimpa kita, maka kita pun sudah me"neraka"kan diri kita sendiri.
Dan dari pengalamanku di atas, aku sudah merasakan neraka sekaligus surga hanya dalam kurun waktu 1 jam saja. Neraka yang ku rasakan adalah ketika perutku mulai mules pengen BAB dan pada waktu itu aku hanya bisa mengumpat dan marah pada keadaan dan itulah neraka yang aku ciptakan sendiri, sebab aku tak bisa tenang menghadapi situasi genting itu, maka nerakalah bagiku.
Namun setelah menahan mules, bersusah payah lari kesana kemari dan akhirnya aku berhasil untuk buang hajat di toilet wanita, maka aku pun telah merasakan betapa nikmatnya surga itu, ya "surga" yang tercipta di ruang sempit bernama toilet.
Maka ada hikmah yang bisa kita ambil dari cerita di atas, bahwa "surga" dan "neraka" itu bisa kita ciptakan sendiri dan bisa kita rasakan sekarang juga, sebab surga ataupun neraka itu letaknya ada di dalam HATI kita sendiri.
Oleh
@MuhammadonaSetiawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar