Selasa, 29 Desember 2015

Esai - " Catatan Penghujung Tahun "


#Catatan Penghujung Tahun



Orang Indonesia itu gumunan, latah, dan gampang di bikin mabuk: jadi cukup di serbu dengan iming-iming di segala bidang maka mabuklah semuanya. Segala macem partikel yang menggiurkan, gosip yang menarik, link informasi yang bersliweran di media sosial di untal mentah-mentah oleh orang Indonesia, tanpa reserve. Padahal apa saja yang hendak kita untal/ makan baiknya kita olah dulu-di pamah sampai lembut baru kita telan masuk perut. Sebab kalau kita nguntal yang masih gelondongan, akibatnya kita akan kloloten/ kesedak lalu muntah berserakan.

Ibarat kata kalau kita mau makan nasi, maka kita harus mengidentifikasi proses terjadinya nasi. Mempelajari secara urut dan continue, mulai dari tahap nandur padi di sawah, setelah padi menua lantas di panen, di erek yang kemudian menjadi gabah. Lanjut gabah di jemur di bawah sengatan matahari, untuk kemudian di selepke dan jadilah beras. Beras belumlah enak untuk di makan, maka beras mesti di ayak, di bersihkan dari kerikil dan kotoran yang lain atau di tapeni kata orang Jawa. Sesudah itu beras di bersihkan dengan air barulah di liwet atau di nanak dan jadilah nasi yang setiap hari kita konsumsi. Jangan protes kalau kita belum tahu proses apalagi progres.

Dan untuk mengolah makanan, ilmu, opini, informasi dan apapun itu manusia di bekali Tuhan akal sehat. Dan namanya akal sudah pasti sehat, sebab tidak ada akal sakit. Hanya gigi dan hati yang mungkin berpotensi untuk sakit, yang mana kita sering menyebut sakit gigi juga sakit hati. Jadi akal manusia sudah pasti sehat jangan lagi di tawar. Ketika akal masih gamang dalam mencermati suatu hal, Tuhan lantas memberi manusia hati-rasa-etika untuk membantu mempertimbangkan segala sesuatu yang hendak masuk pada diri. Akal dan hati harus saling bahu-membahu setiap menangkap berbagai jenis informasi dan mesti 'sesuai' dosis, konteks, batas, takaran, koridor wilayah, ruang dan waktu. Apabila kurang itu tidak baik, overdosis pun membahayakan. Pilihlah yang dinamis. Tapi begitulah, manusia Indonesia memang malas berfikir, pokoknya ambil dan telan.

2015 akan segera kita tinggalkan, semoga saya-anda- pak RT- Bayan- Lurah- Camat- Bupati- Menteri- Jokowi dan seluruh manusia Indonesia turut meninggalkan sikap gumunan, latah dan hobi nguntal mentah-mentah.




@MuhammadonaSetiawan

Selasa, 22 Desember 2015

Esai - "Prihatin"


" Prihatin "


Kenapa orang mencari uang sebanyak-banyaknya,
menumpuk harta benda ndak habis-habis, dan tak henti-hentinya mengejar kekuasaan. Karena mereka pikir hanya itu yang bisa membuat mereka hidup bahagia.
Padahal sederhana saja. Semakin kita lapar maka semakin nikmat kita makan, sebab lauk yang paling nikmat itu bernama "lapar". Nikmat dan lezat itu ketika sudah lama tidak terjadi, suatu hari terjadi dan itu membuat kita seneng ndak karu-karuan.
Sama halnya saat kita berpuasa. Berjam-jam kerongkongan kita kering, perut kosong, badan lemes. Dan momentum nikmat itu berlangsung ketika seteguk teh hangat manis membasahi kerongkongan saat berbuka. Cukup seteguk saja, nikmatnya luar biasa. Tanpa harus di jejali sepotong pizza, anggur, semangka atau sekotak kue nastar macam rasa.
Tetaplah prihatin dalam keberadaan.
Dan tetaplah 'berpuasa' dalam keberlimpahan.



@MuhammadonaSetiawan

Selasa, 01 Desember 2015

Sajak - "Sajak Rahasia"


" Sajak Rahasia "


Dia perkasa namun lembut
Ia pinjamkan keperkasaan pada Adam
Ia titipkan kelembutan ke sang hawa

Cahaya tak tampak
Namun yang tertimpanya kentara.
Suara tak terdengar
Hanya dalam sepi-sunyi suara di temukan

Duhai kelembutan,
Kelembutan senantiasa tersembunyi.
Cahaya tak tampak
Suara tak terdengar
Begitu pula keindahan.

Sebuah prasasti sebagai pengantar keindahan.
Sebait puisi adalah tempat rahasia keindahan.
Sealun lagu menjadi satu cara mengungkap keindahan.

Demikian sejatinya Ia,
Kelembutan, keindahan dan perempuan.
Senantiasa menyembunyikan diri dalam rahasia
Sebab demikian itu syarat mutlak keagungannya


@MuhammadonaSetiawan

Minggu, 22 November 2015

Puisi - "Tuhan pun Berpuisi"


"Tuhan pun Berpuisi"



"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"

Kenapa Tuhan tidak bilang;
Ini semua nikmatKu, gila kalian jika mendustakan!
Tuhan tidak berkata demikian."

"Jangan dekati zina.."

Kenapa Tuhan tak bilang saja;
Manusia di larang berzina, titik!
Tuhan tidak bersikap demikian."

Sebab Tuhan berpuisi
Dia 'bicara' dengan kiasan
Sarat makna yang tersimpan

Sedang Tuhan pun berpuisi
Lalu kenapa kalian keras hati
Jadilah manusia 'puisi'
Sebarkan kasih-sayang dan keindahan.



@MuhammadonaSetiawan



Senin, 16 November 2015

Esai - " Sinau Lirik Letto "


" Sinau Lirik Letto "



Setiap mendengar lagu-lagu dari band Letto, entah kenapa selalu membuatku mengernyitkan dahi dan diam sejenak. Kernyitan dahiku adalah bentuk rasa heran dan ketidakfahamanku serta diamku adalah berfikir, mencoba memahami apa maksud dari setiap baris lirik yang tertulis. Buat saya memang tidak cukup sekali mendengar lagu Letto agar saya bisa tahu makna apa yang terkandung di dalamnya, perlu mendengar berulang-ulang kali agar saya mampu mencernanya, minimal itu versi saya. Itu semua tidak lepas dari seorang lelaki genius yang paling berperan dalam membuat lagu dan menulis lirik di hampir semua lagu karya Letto selama ini. Dialah Sabrang Mowo Damar Panuluh atau kita lebih mengenalnya dengan nama Noe Letto sang vocalis band asal Jogja tersebut.
Kepiawaian Noe dalam menulis lirik lagu memang sudah tidak di ragukan lagi, selain ia mengenyam dan lulus pendidikan perguruan tinggi di Canada, Noe lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga yang agamis, berbudaya dan berintelektual tinggi. Seperti kita ketahui bersama di mana ayahanda Noe adalah seorang budayawan besar di Indonesia sekaligus sang kyai walaupun beliau tidak mau di sebut kyai. Emha Ainun Nadjib atau yang akrab di sapa Cak Nun sebagai seorang ayah telah mewarisi darah seni pada sang anak dan menularkan kecerdasan logika, kepekaan rasa dan nilai sosial.
Hampir semua lagu-lagu letto tersaji indah dan sarat makna. Ada beberapa nomor yang saya suka, baik dari sisi aransemen nada maupun bait lirik-liriknya, di antaranya; Sebelum cahaya, Sandaran hati, Memiliki kehilangan dan Fatwa hati. Tak di pungkiri memang jika sebuah lagu adalah bahasa yang universal, tidak ada ketentuan baku untuk menginterpretasikannya, setiap orang berhak untuk menilai dengan cara pandang mereka masing-masing. Begitu juga saya, di sini saya akan mencoba bertindak sebagai penikmat dan pelaku musik, saya akan coba memaparkan apa yang bisa saya tangkap di balik lirik lagu-lagu Letto versi kacamata saya pribadi.
Yang pertama adalah nomor Sebelum Cahaya, melihat judul lagu ini saja kita sudah di "paksa" untuk berfikir, ada dua kata pada judul di atas; sebelum dan cahaya, kata sebelum mungkin mudah untuk kita pahami tapi untuk kata cahaya, kita harus jeli menimbang-nimbang lagi, kata cahaya di atas mengandung banyak arti menurut saya, sebelum saya memaparkan makna lirik versi saya, mari kita baca dengan seksama penggalan lirik lagu "Sebelum cahaya" berikut ini;
*
Ku teringat hati yang bertabur mimpi, kemana kau pergi cinta
Perjalanan sunyi yang kau tempuh sendiri, kuatlah hati cinta
Reff
Ingatkah engkau kepada embun pagi bersahaja yang menemanimu sebelum cahaya
Ingatkah engkau kepada angin yang berhembus mesra
Yang kan membelaimu cinta

Kekuatan hati yang berpegang janji, genggamlah tanganku cinta
Ku takkan pergi meninggalkanmu sendiri, temani hatimu cinta
*
Menurut saya, lirik di atas menggambarkan tentang dialog antara dua kubu, yaitu Aku dan cinta, di mana Aku di sini sebagai Tuhan sedangkan cinta adalah makhluk yang di cintai Tuhan, lalu pertanyaannya adalah siapakah makhluk yang paling di cintai Tuhan?? Dan saya memilih satu nama yaitu baginda nabi besar Muhammad SAW sebagai makhluk yang paling di cintai oleh Allah SWT. Kemudian dalam sebuah malam Allah memperjalankan Baginda nabi dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa kemudian di naikkan menuju Sidratul Muntaha untuk mendapatkan wahyu langsung dari Allah tentang perintah sholat 5 waktu. Muhammad yang seorang manusia biasa tentu merasa takut saat perjalanan spiritual nan magis itu tapi Allah meyakinkan pada Nabi jika Dia (Allah) tidak akan membiarkan cinta-Nya sendiri, Dia kan selalu menemani perjalanannya. Jadi bisa saya simpulkan bahwa makna judul sebelum cahaya adalah sebuah malam buta sebelum munculnya cahaya yaitu sinar surya. Dan pada malam buta itu terjadi peristiwa maha penting ketika Rasul melakukan perjalanan sunyi yang kita kenal dengan istilah Isra' Miraj. Bagi saya sangat luar biasa makna yang tersirat dalam lirik lagu Sebelum cahaya.

Yang kedua adalah lagu berjudul Sandaran hati, kebanyakan dari kita jika bicara tentang sandaran hati atau sejenisnya maka kita selalu beranggapan jika yang di sebut sandaran hati adalah seorang kekasih hati atau pasangan hidup kita. Memang tidak ada yang salah dengan anggapan itu, namun lirik dalam lagu Sandaran hati dari Letto memiliki makna yang lebih dari itu, mari kita simak liriknya berikut ini;
**
Yakinkah ku berdiri di hampa tanpa tepi bolehkah aku mendengarmu
Terkubur dalam emosi tak bisa bersembunyi aku dan nafasku merindukanmu
Terpurukku di sini teraniaya sepi dan ku tahu pasti kau menemaniku
Dalam hidupku kesendirianku
Reff
Teringat ku teringat pada janjimu ku terikat hanya sekejap ku berdiri ku lakukan sepenuh hati
Peduli ku peduli siang dan malam yang berganti sedihku ini tak ada arti jika kaulah sandaran hati

Inikah yang kau mau benarkah ini jalanmu hanyalah engkau yang ku tuju
Pegang erat tanganku bimbing langkah kakiku aku hilang arah tanpa hadirmu
Dalam gelapnya malam hariku
**

Menurut saya lirik di atas lebih menjelaskan tentang seorang manusia sebagai hamba dan Allah sebagai Tuhan-Nya. Hidup di dunia ini tentu banyak lika-likunya, berbagai cobaan, ujian bahkan musibah seringkali menghampiri kita. Saat kita jatuh dan terpuruk dalam menjalani hidup maka hanya ada satu cara agar kita tetap bisa survive. Yaitu kembali mengingat, mengimani dan percaya bahwa tiada Tuhan selain Allah, Dialah yang menggenggam hidup, rezeki, jodoh dan mati kita. Kita ingat dan ikat hati kita dengan kalimat syahadat, lalu kita dirikan sholat pada siang dan malam dengan sepenuh hati sebagai bentuk penghambaan kita. Dan tak lupa terus berdoa memohon petunjuk agar langkah kaki kita di bimbing ke jalan lurus-Nya. Pada intinya segala kesedihan dan kesusahan hidup kita ini tidak akan berarti jika Allah lah yang menjadi sandaran hati hidup kita, kini dan selamanya.
Mungkin seperti itulah benang merah yang bisa saya tarik dari lagu Sandaran Hati.

Lagu yang ketiga berjudul Memiliki kehilangan, judul lagu ini sangat menggelitik hati saya, mari kita telaah bersama-sama lirik di bawah ini;
***
Tak mampu melepasnya walau sudah tak ada
Matimu tetap merasa masih memilikinya
Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah merasa memilikinya
Pernahkah kau mengira kalau dia kan sirna
Walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah merasa memilikinya
***

Lagu ini sangat syahdu mengalun, sangat memanjakan telinga dan suasana jika kita mendengarnya, terlebih saat malam hari tiba. Menurut saya poin penting dari lagu Memiliki kehilangan terdapat pada bait lirik; " Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya". Hal ini mengajarkan kita tentang nilai yang teramat mahal, yaitu kita sebagai manusia sejatinya memang tak memiliki apa-apa, semua yang melekat pada diri kita adalah milik Allah sepenuhnya yang di titipkan kepada kita. Mata, telinga, mulut, tangan, jantung, hati, kaki kita adalah kepunyaan-Nya. Harta, tahta dan nyawa kita juga semua milik Allah Ta'alla. Lalu bagaimana mungkin kita merasa memiliki itu semua, kita hanya sekedar di titipi sementara, iya sementara. Jika kita di titipi maka tugas kita hanya satu, menjaga dan merawat titipan itu. Jika suatu saat titipan tersebut di ambil oleh "pemilik asli" nya, maka kita harus legowo mengembalikannya. Jangan pernah merasa memiliki apapun jika kita tak ingin merasakan apa yang namanya kehilangan, semakin kita merasa memiliki sesuatu maka potensi rasa kehilangannya pun semakin besar. Manusia hadir di dunia dengan keadaan telanjang, dan matinya pun hanya akan di balut kain selembar.

Dan lagu terakhir yang ingin saya coba gali maknannya adalah lagu berjudul Fatwa hati. Di republik ini mungkin hanya ada satu lembaga/ instansi yang boleh mengeluarkan fatwa yaitu MUI (Majelis Ulama Indonesia) namun di lagu ini hati juga boleh berfatwa bahkan harus. Mari kita pahami lirik Fatwa hati berikut ini;
****
Sebelum tiba waktu senja
Ku genggam tanganmu dan bertanya
Apakah bisa kau membawa
Rasa yang engkau punya selamanya
Reff
Tentang kita dan tentang cinta
Tentang janji yang kau bawa
Jika nanti saat kau sendiri
Temukan ku di fatwa hatimu
-
Kan datang waktu di hari nanti
Saat kau merasa tak menentu
Jangan kau bimbang pada waktu
Akan ku ingatkan kepadamu
****
Jujur sampai sekarang, saya masih meraba-raba mencari makna apa yang terkandung di dalam lirik lagu Fatwa hati, liriknya begitu manis dan sedikit misterius bagi saya. Jika Sebelum cahaya adalah waktu malam hari, maka Fatwa hati ini settingnya pada sore hari alias senja. Jadi Fatwa hati dan Sebelum cahaya ada korelasinya, di mana Fatwa hati terjadi Sebelum cahaya. Sampai di sini, apakah masih bisa di pahami?? Oke begini maksud saya, jika Sebelum cahaya terdapat peristiwa Maha penting yaitu Isra' Miraj maka dalam Fatwa hati juga ada moment bersejarah di dalamnya. Moment tersebut adalah ketika Allah hendak mengangkat Muhammad menjadi rasul pada usia 40 tahun, menginjak usia senja beliau. Atas perintah Allah SWT, jibril di utus untuk menemui Muhammad di gua Hira' dan di berikanlah wahyu pertama kepada Muhammad yaitu Iqra'/ bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Surat Al Alaq ayat 1-5 menjadi wahyu sekaligus tugas pertama Muhammad mengemban tugas sebagai Rasul Allah. Tugas Rasul adalah menyampaikan kebenaran dan memberi peringatan kepada seluruh umat manusia, dan hal ini bukanlah perkara mudah pada jaman jahiliyah dulu. Rasul berdakwah secara sembunyi dan terang-terangan. Berbagai hinaan, pelecehan bahkan ancaman pembunuhan kerap di terima Rasul saat beliau berdakwah. Tentu beliau juga merasa ragu, cemas dan takut, dengan reaksi umat pada saat itu. Maka Allah meyakinkan beliau agar tak ragu untuk terus mendakwahkan ajaran islam dan kebenaran, temukan Aku (Allah) dalam fatwa hatimu, sebab Allah akan selalu mendampingi sampai tugas kerasulannya selesai.

Demikianlah, yang bisa saya gali dan saya sampaikan perihal makna dan nilai yang terkandung dalam beberapa nomor lagu karya Letto. Mohon maaf jika saya lancang, banyak kekurangan dan kesalahan, sebab ini hanya sebatas pemikiran saya yang awam, bodoh dan fakir ilmu. Dan semoga sekelumit tulisan ini bisa memberi sedikit manfaat terutama buat saya pribadi dan teman-teman yang berkenan membacanya.
Salam hormat saya kepada mas Noe dan band Letto, terimakasih atas nilai dan ilmunya, tak lupa juga salam hormat dan cinta saya kepada Ayahanda Emha Ainun Nadjib atas segala inspirasinya.

Wassalam



@MuhammadonaSetiawan

Selasa, 10 November 2015

Esai - "Belajar Dari Rendra"


" Belajar dari Rendra "



Mungkin tak banyak yang tahu, jika 80 tahun silam di atas bumi Nusantara ini, telah lahir seorang figur bertalenta besar. Terlahir dengan nama Willibrordus Surendra Broto atau lebih dikenal dengan nama WS Rendra. Seniman kelahiran Solo, 07 November 1935 ini terlahir sebagai penganut Katholik.

WS Rendra yang juga di juluki si 'Burung Merak' memutuskan menjadi mualaf dan menghabiskan sisa hidupnya sebagai seorang muslim.

Rendra banyak mengenal Islam dari istrinya tercinta, seorang putri Keraton Prabuningratan, Nyai Sitoresmi Prabuningrat, hingga akhirnya Ia mengucap dua kalimat syahadat.

" Sebagai seorang penyair, Rendra memiliki cara pandang yang luas mengenai agama. Ia begitu cerdas dan tidak terkungkung oleh teks dalam mendiskripsikannya.

Rendra juga tak memahami agama sebagai sebuah simbolisasi. Baginya, Islam adalah rahmat sekalian alam (Rahmatan lil'alamiin). Tidak pernah mengecilkan suatu hal yang sekecil apapun.
Rendra adalah sastrawan besar milik bangsa ini, tapi Ia sosok yang kecil, menyerah, tulus dan ikhlas ketika harus berhadapan dengan garis Illahi.

"Keberaniannya seketika hilang, dalam kesendiriannya saat berhadapan dengan Tuhan."

Suatu hari Rendra pernah berbicara kepada salah satu sahabat dekatnya; Eep Saefullah Fatah, bahwa dirinya telah 'bertemu' dengan Tuhan. Kejadian itu terjadi saat Rendra menjalani ibadah haji.

Saat menjalankan ibadah haji, dia merasa setiap kali minum air atau apa saja yang diminumnya, bahkan air zam-zam sekali pun, dia merasa seperti meminum minuman keras, Chevas Regal  yang merupakan minuman favoritnya. Kebingungan pun menyelimuti Rendra. Akhirnya, kejadian aneh itu baru selesai saat dia usai menjalani ibadah haji, dan dalam penerbangan dari Jeddah ke Amsterdam, Belanda.

" Saat diberikan air putih di dalam pesawat, Rendra dengan lirih berdoa dan memohon kepada Allah untuk selesai menghukumnya. Kemudian, dia meminum air putih tersebut dan akhirnya merasakan rasa air putih yang sesungguhnya. Dia pun mengucap asma Allah dengan lantang hingga membuat satu pesawat terkejut akan teriakannya. Dari kejadian itu, dia berjanji untuk tidak menengguk kembali minuman keras. Itulah bagaimana cara Rendra mendefinisikan 'bertemu' Tuhan."

Bahkan karya terakhirnya pun sangat religius dan mendalam. Puisi tersebut menyampaikan bagaimana seorang hamba yang pasrah dan ingin kembali kepada penciptanya.

Puisi tersebut dibuat pada 31 Juli 2009, enam hari sebelum Rendra berpulang pada 6 Agustus 2009.

Berikut petikan puisi terakhir Rendra.


Aku lemas
Tapi berdaya...
Aku tidak sambat rasa sakit
atau gatal

Aku ingin makan tajin
Aku tidak pernah sesak nafas
Tapi tubuhku tidak memuaskan
untuk punya posisi yang ideal dan wajar

Aku ingin membersihkan tubuhku
dari racun kimiawi

Aku ingin kembali pada jalan alam
Aku ingin meningkatkan pengabdian
kepada Allah

Tuhan, aku cinta padamu.


" Terimakasih bung, atas keberanian dan kepasrahan yang tlah kau ajarkan kepada kami."


Salam damai



@MuhammadonaSetiawan

Senin, 09 November 2015

Esai - "Menyempurnakan Keikhlasan"


" Menyempurnakan Keikhlasan "



Ada seorang Kakek berjalan di tengah pasar dengan membawa koper berukuran cukup besar dan sedikit kumal. Ia berjalan pelan dan sangat hati-hati sebab tanah di area pasar licin usai di guyur hujan semalaman.

Sang kakek memakai baju batik sederhana, celana panjang hitam dan sepatu kulit hitam pula. Dan saking licinnya tanah atau dasar ketiban sial, sang kakek terpeleset dan tas kopernya pun jatuh, terbuka, dan isinya terhambur keluar.

Isi koper kumal itu ternyata beratus-ratus lembaran uang lima ribuan.

Tanpa sadar orang-orang yang lalu lalang di pasar dan para pedagang di sekitar situ langsung menyerbu dan memunguti lembaran-lembaran uang yang berhamburan itu.

Si kakek setengah teriak-teriak dan mengaduh.

Kemudian ia menangis sejadinya dan menutupi mukanya. “Uang saya di ambil orang! Uang saya di kroyok orang...”, sambatnya.

Tidak ada orang yang memperhatikan dan mempedulikannya, sampai akhirnya tak ada orang tahu kemana sang Kakek menghilang.

Ternyata sang Kakek sengaja. Ia ingin beramal, tapi jangan sampai ketahuan kalau beramal. Ia 'etok-etok' menangis dan eman uangnya hilang, agar tak seorang pun menyangka bahwa sebenarnya ia sengaja melakukan itu. Ia ingin menyempurnakan keikhlasannya.

Sang kakek yang saya ceritakan ini sangat tinggi derajatnya di mata Allah dan beda jauh dengan saya, jauh sekali.

Level saya masih pada strata 'sinau' keikhlasan, berusaha selalu memberi 'sesuatu' yang baik. Celakanya, memberi/ membagi 'sesuatu' itu tidak mungkin dengan menyembunyikannya, melainkan justru harus memperlihatkannya.

Maka maafkanlah saya.., maklumi saya..,, doa yang 'pantas' saya panjatkan adalah; Ya Allah, Ya Ghaffaar.., nilailah apa saja yang saya lakukan ini sebagai riya’ dan sombong, sehingga Engkau membatalkan ganjaranMu atasku. Karena dengan tiadanya tabungan pahala itu insyaAlloh saya menjadi lebih bersemangat untuk tetap terus mencoba menabung pahala, kebaikan dan kemuliaan.."



@MuhammadonaSetiawan

Minggu, 08 November 2015

Cerpen - " Sweet Seventy Walang Kekek "


" Sweet Seventy Walang Kekek "




Haru, ya perasaan itu yang mendadak menyeruak dalam bathin saya. Sekujur tubuh ini merinding, ketika saya menyalami dan menciumi punggung telapak tangannya berulang kali. Sesaat kemudian saya di persilakan duduk di sofa, bola mata saya berkaca sembari menepuk-nepuk pipi kanan-kiri, seolah masih tak percaya jika hari ini saya bisa bertemu, bertatap muka langsung dengan seorang legenda.

Tepatnya kemarin petang sekitar pukul 15.00 WIB, saya sowan silaturahim ke dalemipun Eyang Waldjinah di daerah Mangkuyudan, Solo. Tujuan saya kesana adalah untuk memberi ucapan selamat ulang tahun kagem Eyang, dimana pada hari sabtu tanggal 07 November 2015 kemarin, sang 'ratu' keroncong itu genap berusia 70 tahun. Tak lupa, saya bawakan sekotak 'oleh-oleh' sebagai kado rasa terimakasih dan cinta saya kepada beliau.

Sore itu, Eyang mengenakan daster motif bunga sederhana, seraya menyambut saya dengan senyum ramah. Di temani salah satu putranya; Mas Ari, kami bertiga langsung berbincang akrab dan hangat.

" Eyang apa kabar?"
" Alhamdulillah sehat, baik, adik dari mana?"
"Saya saking Sragen Eyang, ngapunten sudah ganggu istirahat Eyang."
" Ora opo-opo, makasih dah mau kesini."
" Ngapunten, Eyang ketingale agak kurusan njeh?"
" Iya, wolong sasi ndak doyan mangan, sampek di infus barang (sambil menyodorkan lengan kirinya ke arah saya)

Kemudian mas Ari menjelaskan, jika selama kurun 8 bulan, kesehatan Eyang turun drastis. Beliau ndak doyan makan, harus rajin minum obat dan kontrol rutin ke Dokter. Dan itulah yang menyebabkan Eyang tampak kuru sekarang.

"Tapi Alhamdulillah wis sehat kok, sitik-sitik gelem mangan (celetuk Eyang dengan nada sumringah)

...kami spontan tertawa....

Saya memang cukup kaget melihat kondisi Eyang yang sekarang. Tak di pungkiri usianya kini memang sudah 'senja', kulit wajahnya tampak keriput dan empuk, rambutnya hampir memutih semua, bicaranya pun pelan dan terbata. Namun ada satu yang tetap tidak berubah dari diri Eyang, yaitu keramahan dan guyon nya. Saat beliau bertutur, selalu saja ada hal yang menggelitik dan mengundang tawa bagi orang yang mendengarnya. Sungguh sang 'ratu' yang humble dan patut untuk kita teladani bersama.

Terus saya ngguyoni;
"Eyang masih saget nembang?"
"Yo iso tapi alon-alon, ora iso mbengok."
" Hehee.., kita duet sedikit lagu Walang kekek bisa Eyang?"

Dan kita berdua pun bersautan menyanyikan beberapa bait lirik tembang "Walang kekek"

* Walang kekek menclok ning tenggok
Mabur maneh menclok ning pari
Ojo ngenyek yo mas karo wong wedok
Yen di tinggal lungo setengah mati
E ya iyo ya iya e ya iyo yae yae o e yae o
Omah gendéng yo mas tak saponane
Abot enteng tak lakonane...

Usai bernyanyi, tak terasa pelupuk mata saya sudah basah dengan sendirinya. Suara Eyang itu memang 'emas', sudah indah dari 'sononya'. Terimakasih Eyang sudah mau nyanyi bareng njeh, puji saya.

Oh ya, sejenak saya keluar mengambil sesuatu di motor. Saya sengaja membawakan seporsi serabi Notosuman, spesial buat Eyang. Dan Alamdulillah kata mas Ari, Eyang masih di perbolehkan untuk makan yang manis-manis, pantangannya cuma satu; ndak boleh makan pedes.

Mas Ari juga menyampaikan kepada saya, bahwa saat ini Ia sedang menjalin komunikasi dengan pihak Dinas Pendidikan terkait serta anggota DPRD kota Surakarta untuk berupaya bersama-sama melestarikan seni budaya lokal khususnya seni musik keroncong dan langgam jawa. Mas Ari juga berharap agar pemerintah setempat membuat sebuah fasilitas publik yang bersifat fisik dan non fisik yang mana kontennya berisikan informasi, pustaka/ koleksi dan juga edukasi. Sehingga masyarakat luas bisa mengenal, tahu dan 'sinau' tentang apa itu seni keroncong, langgam, gamelan dan seni budaya lokal lainnya beserta para pelaku seninya. Mas Ari juga bercita-cita dan terus memperjuangkan agar seni keroncong bisa 'masuk' ke dalam sekolah-sekolah untuk menjadi ekstra kurikuler/ muatan lokal.


Saya sangat antusias mendengar  cerita dari mas Ari dan turut mengaminkannya. Para generasi bangsa memang harus di kenalkan pada budaya lokal yang aseli Indonesia. Jangan hanya di cekoki dengan seni modern atau 'barang' impor saja. Jangan bangga jika fasih menyanyikan lagu bahasa Inggris akan tetapi di suruh nyanyi tembang jawa malah meringis. Bukan berarti kita tidak 'open' pada musik luar, silakan saja untuk mendengar genre musik apapun, silakan juga kalau mau mengidolakan Metallica, Madonna, Katty Perry, Super Junior, Noah, Raisa dan artis-artis papan atas lainnya. Namun satu yang penting dan jangan di lupakan adalah kita mestinya juga harus mau belajar dan peduli untuk 'nguri-uri' seni budaya lokal aseli, karena kalau bukan kita siapa lagi. Seyogianya kita lebih bangga dan mengidolakan seorang seniman lokal seperti; Gesang, Manthous, Waldjinah dan nama besar lainnya. Jangan sampai 'kasus' Reog Ponorogo terulang lagi. Kita baru ribut dan mencak-mencak ketika ada negara lain yang mengklaim seni musik keroncong adalah warisan budaya mereka, namun di sisi lain kita yang memilikinya justru bersikap apatis dan masa bodoh. Jangan sampai itu terjadi!

Dan di akhir pertemuan singkat nan mengesankan itu, saya meminta 'hadiah' kepada Eyang untuk berfoto bersama sebagai kenang-kenangan yang tak kan terlupakan selamanya. Sepindah maleh kulo ucapaken; sugeng enggal warso Eyang Waldjinah yang ke-70, mugi-mugi tansah di paringi kesarasan lan kebahagiaan fidunya-akherat. Matursuwun sanget atas segala karya cinta, keindahan dan kesyahduan yang telah Eyang persembahkan untuk negeri ini selama setengah abad lebih. Semoga Allah senantiasa membalas dengan kebaikan cinta-Nya pula, Amiin.


We love u Eyang


Cucumu

@MuhammadonaSetiawan

Jumat, 06 November 2015

Sajak - "Sajak Asmara"


" Sajak Asmara "



Kau adalah kembang yang harus ku tanam |
Dan kau keharuman yang mesti ku cium dalam-dalam, sendirian |

Kau adalah puisi yang mesti ku rangkai |
Dan kau keindahan yang mesti ku bingkai, sendirian |

Kau adalah perahu yang sedang ku dayung |
Dan kau bentang lautan yang sedang ku arung, sendirian |

Merindumu adalah hobi keduaku, yang pertama mencintaimu |



@Muhammadona

Minggu, 01 November 2015

Esai - " Pada Akhirnya "


" Pada Akhirnya "



Sekarang ini banyak terjadi di masyarakat kita, baik di kehidupan nyata maupun maya (media sosial), orang gemar sekali mencaci maki orang lain, menuduh golongan lain sesat, kafir, dan mesti di hanguskan dari muka bumi. Padahal manusia tidak punya hak menghakimi dan mengadili sesama manusia. Tidak ada garansi apapun, bagi si penuduh atau tertuduh apakah ia sesat apa tidak, kafir atau tidak. Yang ada hanya upaya berikut doa untuk sama-sama menjauh dari kesesatan, bersama menuju kelurusan.
Tahukah kenapa damai-sejahtera minggat dari bumi kita?
Sadarkah mengapa kegelapan yang kini justru menyelubungi negeri kita?
Simpel saja: karena kita bangsa yang ciut, kita adalah bangsa yang kecut akan perbedaan!
Perkataanku ini mungkin tak enak terdengar oleh sebagian kecil orang, sebagian besar atau bahkan keseluruhan.
Tapi maaf dengan segala hormat, tetap akan aku tuturkan;
Kita akui perbedaan hanya sebatas tontonan saja,
Berbeda mata menyandra kita
Berbeda warna membelah kita
Berbeda rambut mencerabut kita
Berbeda pendapat menyayat kita
Berbeda agama membuat kita porak poranda
Dan sampai berbeda kelamin pun meresahkan kita!
Kita berdebat kusir pada sesuatu yang murah, remah-remah, bau sampah!
Kita bersitegang untuk hal-hal yang sepele, bertele-tele, cece-reye
Kita enggan menyelam di kedalaman!
Kawan, aku tak takut berbeda, tidak benci perbedaan!
Aku tak takut dengan berbedanya kalian dari aku, karena sebagianku adalah kalian, sebagian kalian adalah aku.
Mari kita hadirkan kegembiraan dalam keberagaman.
Kita lebur warna, budaya, bangsa, impian, pemikiran, dan keyakinan agar tiada lagi yang kasat mata di antara kita, kecuali manusia!

Pada akhirnya hanya satu yang akan dikenang dan abadi di hati, yaitu kontribusi nyata kita untuk ilmu dan umat; bukan caci-maki, fitnah, benci, kafir-mengkafirkan, bid'ah -membid'ahkan dan perselingkuhan dengan penguasa untuk membungkam mereka yang berbeda. Jangan mengaku manusia jika masih menyakiti manusia. Jangan ngaku beragama jika masih mengutuk agama yang lainnya. Kita semua akan dihakimi oleh sejarah peradaban umat sebelum kelak akan benar-benar berhadapan dengan Sang Maha Hakim sebenarnya.
Teruslah berkarya, mencintai dan mengabdi pada ilmu dan umat raya!


@MuhammadonaSetiawan

Sabtu, 31 Oktober 2015

Cermin - " Bardan dan Simbah " #3


" Bardan dan Simbah " #3




" Mbah, agama itu penting ndak sih?"
" Penting."
" Tapi kok agama banyak sekali perintahnya, bikin repot saja."
" Apa yang bikin repot?"
" Ya buanyak lah mbah, misal; kita lagi sibuk kerja, ee..di suruh sholat dhuha. Pas siang-siang kita laperrr, di suruh sholat dhuhur. Kita lagi nyenyaknya tidur, di paksa bangun sholat subuh, repot kan mbah?"
" Sholat dhuha adalah cara agar kamu 'ingat', siapa yang memberimu rizki. Sholat dhuhur itu cara, agar kau 'ingat' siapa yang memberimu makan. Sholat subuh juga cara, agar kamu 'ingat' siapa yang memberimu hidup, dan seterusnya."
" Terus resepnya apa mbah, biar kita ndak repot mengerjakan perintah agama?"
" Agama itu seperti biola, kalo kita ndak bisa 'memainkannya" ya kacau suaranya.
Tapi kalo kita mudeng dan faham cara 'memainkannya', maka keindahan-kesyahduan yang terasa."
" Lalu cara memainkannnya gimana?"
" Ya belajar, kita sinau pada guru, orang tua, sesepuh, Alquran-hadist, buku-buku, ngaji, datang ke majelis ilmu dan sebagainya."
" Gitu yaa..."
" Kita belajar terus hingga mahir 'memainkan' dawai-dawai agama, guna mencapai puncak keindahan bersama-Nya.



@Muhammadona

Senin, 19 Oktober 2015

Sajak - " Ibu Kehidupan "

" Ibu Kehidupan "


Perempuan dewasa itu senantiasa bernama:
Rela berkorban jiwa raga | dari ujung rambut sampai telapak kakinya |

Perempuan tua itu senantiasa bernama:
Dedikasi, terima kasih, restu dan ampunan | yang setia tulus melahirkan
berpuluh benih, nasib dan karakter manusia |

Perempuan senja itu senantiasa bernama:
cinta kasih sayang, tiga patah kata sakral tiada tandingan | di atas pundaknya setiap anak tegak berpijak | merengkuh bintang impian dan warna-warni kehidupan |

Ibu adalah cinta kasih sayang | cinta kasih sayang adalah ibu |

Induk dari segala bentuk | muasal tempat tumbuh cikal |

Hidup adalah untuk menemukan 'Ibu' kehidupan |
Menjelajahi dunia ujungnya adalah menemukan Ibu-nya dunia |
Merangkai puisi adalah menghadap kepada Ibu-nya kata-kata |
Memanusiakan manusia adalah cara mengenali Ibu-nya manusia |
Membangun peradaban adalah keberakaran pada Ibu nilai-nilai kemanusiaan |


@Muhammadona

Rabu, 07 Oktober 2015

Cermin - "Bardan dan Simbah" #2

"Bardan dan Simbah" #2



" Mbah, kenapa ya saya masih merasa gelisah."
" Gelisah kenapa?"
" Saya udah hidup mapan, ada istri-anak, pekerjaan, rumah, kendaraan tapi tetap saja ada kegelisahan yang melanda."
" Ee..,,
" Sebagai muslim, saya juga udah beribadah; sholat, puasa, sedekah, zakat."
" Eee.....,,
" Tinggal haji yang belum mbah, tapi saya udah daftar kok!"
" Eeee..,, mungkin syahadatmu belum beres."
" Apa maksudnya mbah?"
" Allah menunggumu bersyahadat tapi kau malah membaca syahadat, itu pun cuma sekali seumur hidup. Di tambah lagi Allah "memaksa" kamu untuk mengucapkannya dalam shalat dan adzan. Padahal syahadat terletak dan di uji di setiap langkah hidupmu. Di setiap butir nasimu, di setiap tetes keringatmu, di setiap hela nafasmu, di setiap niatmu, di setiap keputusanmu, di setiap lendir dahak batukmu, di setiap kotoran yang keluar darimu, di rumah, jalan, kantor, lapangan, kebun, sawah, profesi, jabatan, ucapan, pernyataan, cita-cita dan apa saja serta kapan saja dalam seluruh lingkup kehidupanmu.
" Astaqhfirulloh 'aladzim..."
(Bardan dan simbah istiqhfar bersamaan)


@Muhammadona

Jumat, 02 Oktober 2015

Cermin - "Bardan dan Simbah"

"Bardan dan Simbah"


"Mbah, kemarin si Kacong bikin ulah."
" Bikin ulah apa?"
" Masak jam 2 siang dia adzan mbah, sontak aja orang sekampung pada dateng ke Masjid, si Kacong kena semprot deh, dasar bocah sinting."
" Kamu yang sinting."
" Lohh, kok malah aku yang sinting, yang adzan ngacok kan si Kacong mbah bukan saya."
" Kenapa pas Kacong adzan jam 2 siang kalian malah berbondong-bondong ke masjid, giliran si Kacong adzan zhuhur, ashar, maghrib, isya' dan subuh kalian ngumpet nggak kelihatan batang hidungnya! Siapa yang lebih sinting Bar, si Kacong apa kalian..?"
" Yaa...anu mbah (garuk-garuk kepala)"
" Anu siapa,, banyak orang di masyarakat kita yang jauh lebih fokus pada sesuatu yang keliru, mereka asik membicarakan aib seseorang, mereka sibuk memikirkan dan membahas hal-hal yang negatif yang ada di sekitarnya. Mereka lupa untuk berbuat yang baik, mereka malah alergi jika melihat atau mendengar segala hal yang positif dan membangun."
" Hening (Bardan mengelap keringat)
" Bar, Kacong mungkin khilaf, abis zhuhur dia tidur, bangun-bangun langsung adzan, di kiranya udah masuk ashar,, maafkanlah dia."
" Iya mbah, saya yang salah, sudah marah dan maki-maki si Kacong."
" Semua pernah salah Bar, sudah-sudah ayo kita sholat jamaah."




@MuhammadonaSetiawan

Selasa, 29 September 2015

Esai - "Syafaat"

"SYAFAAT"


Sebelumnya mohon maaf dengan sangat. Mungkin dari sekian banyak ibadah kita selama di dunia, baik ibadah mahdoh maupun muamalah, tak ada satupun yang bisa kita andalkan saat menghadap sang Rabb' di yaumil akhir sana. Kalau misalkan ada tolong sebutkan! Syahadat kita? Coba kita tanya pada diri kita masing-masing, apakah syahadat kita sudah benar-benar meyakini bahwa Tuhan kita adalah Allah Ta'alla saja, atau ada "tuhan-tuhan" yang lain yang secara tidak sadar justru kita tuhankan. Sebab di Republik ini banyak sekali sesuatu yang telah di jadikan "tuhan", seperti; uang, jabatan, kekuasaan dan sebagainya. Sekali lagi tanyakan pada hati nurani kita yang paling dalam, masih adakah sesuatu selain Allah yang kita tuhankan dalam kalbu kita. Jangan sampai kalimat syahadat hanya di lisan saja tanpa di hayati dan di implementasi dalam kehidupan kita nyata sehari-hari.

Kemudian apakah kita juga benar telah mengakui bahwa nabi Muhammad SAW adalah rasul utusan Allah?' jika kita sudah mengakui bahwa Muhammad rasulullah lalu apakah kita juga sedia mengikuti suri tauladannya?" Pada kenyataannya kita memang rajin bersholawat kepada baginda nabi namun kita enggan mencontoh perilaku arif beliau. Hanya sekedar membaca dan mendengar tentang riwayat kehidupan beliau namun ogah untuk mempraktekkannya dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam menyampaikan dakwah agama, cara nabi adalah mengajak umat untuk mengenal islam dan menjalankan syariatnya. Yang namanya mengajak itu dengan cara santun dan damai tanpa paksaan. Beda dengan orang sekarang, mereka tidak mengajak umat untuk berislam tapi mengejek kepercayaan lain agar mereka mau masuk islam. Ini kan intoleran dan bertolak belakang dengan caranya kanjeng nabi. Muhammad di utus dengan membawa panji rahmatan lil'alamin, Ia menjadi rahmat dan cahaya bagi semesta maka segala sesuatu yang kita perbuat hendaknya meniru apa yang di ajarkan Nabi.

Kemudian soal sholat? Apakah sholat yang kita kerjakan selama ini benar-benar sudah khusyu' dan tawadhuk? Apakah saat sholat pikiran kita sudah terlepas dari dunia, dan hati kita hanya mengingat dan menghadap Allah azza wa jaala. Ataukah hanya raga kita yang jengkang-jengking melakukan gerakan sholat namun pikiran dan hati kita melayang kemana-mana. Mikirin makan, mikir utang, mikir motor di parkiran dan entah mikir apalagi. Atau mungkin juga sholat kita hanya sebatas untuk menggugurkan kewajiban saja, yang penting kan sholat, urusan khusyuk tidaknya itu belakangan. Sholat hanya di anggap sebagai rutinitas sehari-hari bukan di jadikan sebuah kewajiban sekaligus kebutuhan kita sebagai manusia dan hamba. Allah sama sekali tidak butuh ibadah kita, tapi kita yang butuh DIA, butuh sekali sebab kita tidak bisa berbuat apa-apa tanpa seizin-Nya. Kita juga tidak punya apa-apa jika tidak "di titipi" sama Allah. Jadi sudah baikkah sholat kita, hanya hati kecil kita sendiri yang mengetahuinya.

Lalu bagaimana dengan ibadah shaum kita? Allah hanya mewajibkan kita umat muslim untuk berpuasa sebulan penuh dalam kurun setahun sekali yaitu di bulan Ramadhan. Mungkin, untuk puasa wajib kita lancar-lancar saja, sebab puasa di bulan ramadhan itu seru, banyak temannya dan saat berbuka banyak sekali menu takjil yang menggugah selera. Hal ini pun menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian besar masyarakat muslim kita. Namun ada juga yang berpuasa hanya karena merasa nggak enak sama teman/tetangga. Niat mereka berpuasa bukan karena Allah, tapi karena merasa nggak enak jika di di rasani sama orang lain; " jare wong islam kok gak poso". Jadi puasa model begini hanya akan mendapatkan lapar-dahaga saja. Tidak ada nilai ibadah yang di dapat  jika niatnya bukan Lillahi ta'alla sebab pahala orang berpuasa, Allah sendirilah yang akan langsung memberinya. Ketika kita berpuasa berarti kita belajar "meniru" sifat-sifatnya Allah SWT. Allah tidak makan tidak minum, saat puasa kita juga tidak di bolehkan makan dan minum dari mulai fajar sampai waktu maghrib datang. Yang perlu tahu kita puasa atau tidak cukuplah Allah saja dan diri kita sendiri. Puasa itu "ibadah hati", tidak usah di perlihatkan, tidak perlu minta di hormati oleh siapapun. Banyak fenomena di sekitar kita yang salah kaprah, dimana saat masuk bulan Ramadhan, warung-warung makan dan restoran di anjurkan untuk tutup pada siang hari. Ini di tujukan sebagai salah satu bentuk "penghormatan" kepada mereka yang berpuasa. Hal ini justru terbalik, puasa itu kan ibadah maka saat kita beribadah mestinya kita yang harus berhati santun menghargai orang lain yang tidak berpuasa. Ingat, masyarakat kita bukan muslim semua lho, kalau warteg/resto di suruh tutup semua nanti mereka yang non muslim mau beli makan dimana? Nanti penjual nasi padang dan kawan-kawannya dapat penghasilan darimana. Apabila kita menghendaki para penjaja makanan agar tutup di siang hari, maka secara tidak langsung kita berusaha menghambat dan membatasi peluang rejeki yang akan mereka dapatkan. Jangan di pukul rata, menganggap semua orang di masyarakat kita menjalankan puasa, jauh lebih bijak apabila kita yang berpuasa ini menghormati mereka yang tidak berpuasa.

Selanjutnya tentang zakat, infak dan sodaqoh. Sudah ikhlaskah kita tiap kali kita mengeluarkan dana zakat dan sodaqoh. Apakah masih ada perasaan ngganjel ketika kita berzakat. Padahal jelas-jelas 2,5 % dari harta yang kita miliki adalah haknya kaum dhuafa. Ataukah kita gemar bersedekah hanya mengharap puja-puji oleh manusia, biar orang-orang awam mencap kita sebagai ahli sedekah, lalu banggalah kita. Begitu pun dengan ibadah haji yang kita tunaikan, apakah niat berhaji kita memang sungguh untuk menyempurnakan rukun islam dan memenuhi panggilan-Nya. Atau lebih mementingkan gelar haji semata, sehingga ketika kita keluar rumah orang-orang akan memanggil kita dengan sebutan pak Haji/ bu Haji dan merasa terhormatlah kita.

Sungguh menjijikkan jika seluruh bentuk ibadah kita selama ini hanya bersifat "seremonial" semata, tanpa memaknai makna dan hakikat ibadah yang sebenarnya. Maka ada satu hal yang InsyaAlloh bisa kita harapkan dan andalkan pada saat hari penghitungan amal di gelar. Satu hal tersebut adalah SYAFAAT dari Rasulullah Muhammad SAW. Manusia paling mulia, kekasih-Nya Allah Tuhan semesta. Syafaat adalah hak prerogatif untuk menawar nasib kita dihadapan Allah. Seumpama gaji kita hanya rata-rata 65 ribu per hari, tetapi naik turunnya ekonomi nafkah kita itu bisa sangat dipengaruhi oleh fluktuasi "cinta" kita kepada Baginda Nabi. Jadi syafaat rasul adalah hak prerogatif Muhammad untuk meringankan keadaan kita di dunia maupun di akhirat, itu menyangkut keluarga kita, menyangkut nasib kita di akhirat, dan semuanya. Sehingga mari mulai dari sekarang dan jangan di tunda lagi untuk mencintai kanjeng Nabi, kita ikuti perangainya, kita teladani sifat-sifat arifnya. Kita haturkan sholawat-salam kemesraan baginya, semoga kanjeng Nabi berkenan menyambut segenap cinta kita, sehingga rasululullah tak tega jika tidak mengakui kita sebagai umat followernya dan intinya beliau bersedia memberikan syafaatnya bagi kita semua. Semoga


@MuhammadonaSetiawan

Sajak - "Segalanya Sederhana"

" Segalanya Sederhana "


Yang ku kejar selama ini adalah fana
Yang ku damba sekian lama ini semu semata

Terbuai dalam kepalsuan
Di ombang-ambing jiwa ragaku oleh keduniawian

Lama aku berkelana
Tak ku temu ketenangan jua
Tenaga, biaya, airmata habis terkuras
Semua bias, sirna tak membekas

Aku di tampar kehidupan
Di hajar karma membabi buta
Di putar balikkan oleh ucapanku sendiri yang keluar
Akan tetapi aku bersyukur, bersyukur luar biasa
Putaran roda menuntunku
Rentetan karma membuka sadarku

Terimakasih Tuhan,
Kini aku mulai jijik dengan kemewahan
Muak dengan predikat
Alergi dengan eksistensi
Dan tak sibuk lagi memburu gelar, jabatan apalagi kedudukan

Aku ingin segalanya sederhana
Makan sederhana
Berpakaian sederhana
Apa-apa sederhana

Patuh pada perintah-Mu
Teguh pada iradat-Mu
Nerima Qodo' - Qodar-Mu
Bahagia atas kearifan kasih-Mu
Hidup tentram oleh kemurahan hati-Mu




@MuhammadonaSetiawan


Minggu, 27 September 2015

Esai - "Rumus Kelapa"

" Rumus Kelapa "


Hari ini mari kita belajar ilmu kelapa. Kelapa atau bahasa jawanya di sebut kambil, mengalami proses step demi step untuk menjadi sebuah kelapa. Berawal dari sebuah bluluk kemudian menjadi cengkir lalu jadi degan dan akhirnya menjadi apa yang kita sebut kelapa/kambil. Bluluk adalah kelapa ketika masih bayi. Cengkir adalah kelapa ketika kanak-kanak. Degan adalah kelapa tatkala remaja. Dan kelapa adalah bluluk itu sendiri, adalah cengkir itu sendiri, adalah degan itu sendiri ketika sudah dewasa, matang dan sempurna.
Saat masih bluluk (kelapa bayi), belum ada manfaat yang bisa di ambil darinya. Setelah jadi cengkir barulah ada sedikit yang bisa kita ambil manfaatnya. Jaman dulu dan kebiasaan orang Jawa memberikan daging dari cengkir yang masih lembut atau klamut-klamut kepada bayi yang baru lahir atau masih berusia bulanan sebagai asupan makanan. Ketika sudah jadi degan kemudian kelapa maka hampir semua bisa kita ambil manfaatnya. Air dan daging degan bisa sebagai bahan membuat es degan. Daging kelapa bisa di parut, di peras dan jadilah santan, tempurung/bathoknya bisa di bikin jadi gayung atau irus juga bisa. Kulit kelapa/sepet bisa di buat menjadi sapu, keset atau bahan kerajinan tangan.

Metamorfosa pada kelapa bisa juga di analogikan dengan kita manusia. Setiap manusia pun mengalami sebuah proses pertumbuhan dan perubahan. Dari bayi lahir kemudian jadi kanak-kanak tumbuh lagi menjadi remaja dan selanjutnya dewasa. Lalu sekarang, di manakah letak posisi kita saat ini. Masih bluluk kah atau bayi, cengkir atau kanak-kanak, degan atau remaja atau sudah dewasa seperti kelapa. Jika sudah menjadi "kelapa" maka pikiran dan sikap mestinya sudah dewasa. Dan yang paling penting adalah harus memberi banyak manfaat seperti halnya kelapa. Tangan kita harus manfaat, kaki kita mesti manfaat, pikiran, ilmu, harta dan semua yang ada pada diri kita seyogianya bisa memberikan nilai dan manfaat bagi sekitar kita, baik keluarga, tetangga, masyarakat, dan seterusnya.

Bahkan dalam penciptaan kitab suci pun berlaku "rumus" kelapa. Terdapat korelasi disana. Allah menciptakan kitab zabur (bluluk) dan di berikan kepada Nabi Daud As. Lalu di perbarui secara eskalatif menjadi Taurat (cengkir) untuk kemudian di berikan kepada Nabi Musa As. Di kembangkan lagi secara komprehensif menjadi Injil (degan) di berikan kepada Nabi Isa As. Dan akhirnya di sempurnakan menjadi Alqur'an (kelapa) yang di karuniakan kepada sang baginda Nabi Muhammad SAW.

Lagi-lagi mari kita posisikan dimana letak saya, anda dan kita semua. Di titik mana saat ini kita berada. Satu yang pasti, hendaknya kita bisa belajar dan mengilhami "rumus" metamorfosa pada kelapa. Di umur dunia yang singkat ini, mari berusaha untuk  menjadi manfaat seperti kelapa, belajar terus menjadi dewasa dan senantiasa meng"Qur'an"kan hidup kita sampai ajal menjemputnya.


Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Kamis, 24 September 2015

Cermin - "Bardan dan Tuhan" #2

" Bardan dan Tuhan " #2


" Tuhan, saya pengen curhat padaMu"
" Ada apa Bar?"
" Kenapa, akhir-akhir ini saya dapat musibah terus, seakan nggak ada habisnya"
" Musibah apa tho Bar?"
" Lohh, emang sampeyan ndak tahu, kan semua terjadi atas kehendakMu"
" Iya Aku tahu, tapi yang kamu maksud musibah itu yang mana?"
" Sebulan yang lalu, istri saya Kau ambil (meninggal dunia), belum hilang rasa dukaku, hari ini saya jatuh dari motor, tangan kiri saya patah".
" Ohh,.."
" Engkau tidak kasihan pada saya Han!"
" Bar, Aku kan dari dulu sudah bilang; semua yang asalnya dariKu maka pasti kembali jua padaKu (Ilaihi roji'un). Istrimu milikKu bukan?"
" Iya Han."
" Anakmu punya siapa?"
" Punya sampeyan juga."
" Harta bendamu, rumahmu, seluruh yang melekat padamu itu punya siapa?"
" Ya sama, milik Tuhan juga."
" Kalau semua itu milikKu, dan Ku ambil sewaktu-waktu boleh nggak?".
" Ya boleh, wong punyane sampeyan kok."
" Jadi apa Aku salah kalau mengambil yang milikKu sendiri?"
" Nggak."
" Begini Bar, sebenarnya bagiKu tidak ada yang namanya musibah."
" Maksudnya Han..."
" Kalau kamu bisa mencari alasan untuk terus bersyukur atas kehendak apapun dariKu, maka kamu tidak akan mengenal yang namanya musibah."
" Kok bisa begitu Han?"
" Saat istrimu meninggal, kamu tetap bisa bersyukur bahwa anak-anakmu belum ku "ambil", mereka masih hidup dan menjadi penyemangat hidupmu untuk melanjutkan hidup. Doakan istrimu agar kelak kalian bisa berkumpul lagi di jannahKu.
" (Bardan berkaca-kaca)."
" Ketika kamu jatuh dari motor kemarin dan tangan kirimu patah, kamu tetap harus bersyukur, karena cuma tangan kiri yang patah, sedang leher dan kakimu masih utuh, sehingga kamu masih bisa berjalan.
" (Bardan menangis tersedu)."
" Bar, carilah terus alasan untuk bersyukur, atas apapun ketentuan dariKu. Niscaya hidupmu hanya terisi oleh untung, untung dan untung."
" Iya Han, terimakasih." (Bardan sesenggukan)
" Akulah Maha memberi yang di minta/ sangka oleh hamba-Ku, ketika kau minta kuatkan hamba Tuhan, maka Aku kuatkan engkau. Ketika kau berucap, kenapa hidupku susah dan terus kena musibah, maka Aku pun memberi yang kau ucap, yaitu susah dan musibah."
" (Pecah tangis Bardan)."
" Mintalah dan sangkalah Aku dengan yang baik-baik, maka baik-baik pula yang akan kau dapatkan."
" Terimakasih Tuhan, (Bardan menengadahkan tangan)).



@MuhammadonaSetiawan

Sajak - "Sajak sunyi"

" Sajak Sunyi "


Senja sumbang
Ku susuri jalan pasar kembang
Bersama jiwaku yang separuh mengambang
Lusuh aku melaku gentayang
Serupa bocah yang sudah lama hilang
Duh, sungguh mengenaskan!

Aku kini bergeser ke Malioboro
Menyisir hingga tepi pasar Beringharjo
Lalu lalang roda dan manusia
Tak ku anggap ada, tiada semua
Sorak sorai para penjaja kaki lima
Aku tepis, coba menafikannya

Aku menahan diri
Menahan hawa nafsuku sendiri
Ku tekan semua ambisi
Memuasakan mata, telinga juga hati

Aku menepi
Aku memilih jalan sunyi
Tak ikut gegap gempita sajian dunia
Tak ingin hanyut dalam suka-cita yang fana

Di Malioboro ini
Di sepanjang jalan sakral ini
Aku ingin berenang, menyelami setiap inchi dari kedalaman ilmu sang guru Paranggi

Aku mau napak tilas, menggali bekas-bekas para sufi jalanan, yang menggoreskan tinta emas peradaban

Dan aku di sini merenung, merekondisi betapa panjangnya perjalanan, betapa berat mendera perjuangan seorang Emha

Aku merasakan getarannya dalam hati
Aku berdiskusi asyik dengan mereka di ruang sunyi, sunyi sekali
Jalan sunyi, menuntun pada jati diri
Puasa hati, membawa pada yang sejati



Yogya, September 2015

@MuhammadonaSetiawan

Rabu, 23 September 2015

Cermin - Bardan dan Tuhan

"Bardan dan Tuhan" #1


" Tuhan, tolong jelaskan pada saya!"
" Jelaskan apa Bar?"
" Jelaskan tentang makna dan memaknai rukun islam."
" Aku tanya dulu, ada berapa rukun islam Bar?"
" Ada 5 Han."
" Apa saja itu Bar?"
" Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat, Haji,, bener kan Han?"
" Iya benar, Syahadat adalah mempersembahkan niat, persembahkan niatmu untuk bersaksi bahwa Aku Tuhan-Mu dan  Muhammad rasul utusan-Ku.
" Kalau sholat?"
" Sholat adalah mempersembahkan waktu, persembahkan waktumu untuk menunaikan sholat dalam rangka menyembah-Ku.
" Puasa?"
" Puasa adalah mempersembahkan fisik, persembahkan fisikmu untuk menahan lapar-dahaga dan hawa nafsu sebagai satu bentuk meneladani sifat-Ku.
" Kalau Zakat Han?"
" Zakat adalah mempersembahkan harta, persembahkan sebagian hartamu kepada dhuafa guna membersihkan noda dan kotoran yang terselip di dalamnya."
" Nah Haji?"
" Haji adalah mempersembahkan semuanya sekaligus; niat-waktu-fisik-harta, sebelum sampai yang terakhir, kamu pastikan yang sebelumnya mesti beres dulu."
" Penjelasan Anda sungguh brillian Han."
" Namanya juga Tuhan."


@MuhammadonaSetiawan

Selasa, 15 September 2015

Cerpen - " Tumbuh-teduh "

" Tumbuh-teduh "


Hari minggu kemarin, 13 September 2015, aku pergi ke rumah kawan lamaku di daerah Gemolong. Kawanku itu punya nama panjang sekali; Nathanael Adhi Berhana Purwanto, dan ia biasa di panggil Adhi. Dulu jaman SMA, aku dan Adhi teman satu kelas saat duduk di bangku kelas 2. Kita berdua akrab sekali, dan salah satu penyebabnya adalah karena kita sama-sama suka musik.

Pertama kali aku main ke rumah Adhi, ya saat kelas 2 SMA dulu. Dan Adhi ini adalah satu-satunya teman sekelasku yang beragama kristen. Di rumahnya terdapat gereja yang di peruntukkan sebagai tempat ibadah bagi para jemaat. Awal mula bermain ke rumah Adhi, jujur aku merasa sedikit canggung sebab itulah kali pertama aku masuk ke dalam gereja. Seumur hidupku belum pernah yang namanya datang atau masuk ke sebuah gereja. Namun setelah berkali-kali main ke sana, semua menjadi wajar dan biasa-biasa saja.
Pernah dulu ketika pulang sekolah aku main ke rumah Adhi. Waktu itu ada semacam pertanyaan yang ingin ku ajukan padanya (Adhi), tentang bagaimana ceritanya seorang Yesus bisa di sebut sebagai "Tuhan". Mendengar pertanyaanku yang sedikit aneh itu, Adhi cuma tersenyum dan bilang; begini aja Don, aku punya CD film yang isinya menceritakan tentang proses tuhan Yesus bisa menjadi Allah bagi umat kristiani, kita tonton saja. Akhirnya kita berdua menonton film yang durasinya sekitar 45 menit tersebut.

Setelah melihat film tersebut, tentu aku mendapatkan "sesuatu" yang bisa ku ambil dan aku punya perspektif sendiri tentang bagaimana seorang Yesus di tuhankan oleh umat Kristiani. Begitu juga dengan Adhi, pasti dia pun punya pandangan dan kepercayaan sendiri yang sungguh ia yakini. Dan aku sangat menghargai apa yang ia percayai dan yakini. Sebaliknya Adhi, ia juga menghormatiku sebagai temannya yang beragama muslim. Semisal tiba waktu sholat, aku izin ke dia, dan aku di persilakan untuk mengerjakan sholat di rumahnya, di gereja miliknya. Bagiku tidak ada masalah, apabila aku mengerjakan sholat di gereja, selama yang punya gereja mengizinkannya. Gereja kan hanya namanya, dan ketika aku bersujud, di situlah "masjid", walaupun tempat itu bernama gereja. Selama ini kita hanya fokus dan menjurus pada bab nama, brand atau sebutan, padahal yang lebih penting itu bukan nama, gelar atau predikat yang melekat. Yang jauh lebih penting itu adalah fungsi dan manfaatnya. Terserah tempat/bangunan itu bernama apa, namun ketika kita mendirikan sholat dan bersujud di situlah berfungsi sebagai masjid bagi kita.

Dan kemarin  setelah 11 tahun lamanya, akhirnya aku bisa datang kembali ke rumah Adhi. Gerejanya masih berdiri megah, anjing piaraannya juga masih menyalak keras, seolah ingin menyapa dan "mengucapkan" selamat datang kepadaku. Keluarga besarnya masih kompllit, mamanya Adhi juga masih ingat betul namaku, sedangkan papanya lupa-lupa ingat. Kakak dan adik-adiknya pun ramah menyambutku. Mereka semua sangat care dan welcome kepadaku, nggak ada yang berubah, masih sama seperti dulu. Dan seperti yang di sampaikan di awal bahwa aku dan Adhi berteman dekat dan akrab karena kita sama-sama hobi bermusik. Kita sama sekali tidak mempedulikan tentang agama dan latar belakang kita. Dan sore kemarin kita bernostalgia, kita berduet bernyanyi di gereja Pantekosta miliknya. Aku bertugas untuk menyanyi dan Adhi memainkan jari-jarinya di atas not piano. Indah sekali tatkala bait-bait lagu di iringi denting piano nan merdu. Seindah persahabatan kita yang tumbuh dan teduh di atas perbedaan.



Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Sajak - "Kidung Hujan"

" Kidung Hujan "


Duduk ku termangu
Bernaungkan langit sendu
Butir lirih tersipu malu
Pada kemarau yang enggan lalu

September menghabis
Oktober segera rilis
Sudilah kau kenan hadir
Ribuan orang mengharapmu getir

Kering bumi butuh basuhmu
Dedaunan layu ingin sentuhmu
Rintikmu jadi pemantik
Guyurmu menjadi penyubur

Hujan,
Kidung syahdu menyahutmu
Senandung merdu menyambutmu
Turunlah mengalun
Dengan bahasamu yang santun



Śragen, 15 Sept 2015


Karya
@MuhammadonaSetiawan

Sabtu, 12 September 2015

Esai - "Berteguh-patuh"

" Berteguh-patuh "


Hari raya Idul Adha 1436 H tinggal hitungan hari lagi. Meski tak semeriah perayaan hari raya Idul Fitri namun hari Idul Qurban tetap memberikan kesan tersendiri. Ritual yang jamak di lakukan oleh kaum muslim di bulan Dzulhijjah adalah menunaikan ibadah haji bagi mereka yang "mampu" secara lahir dan batin dan juga menyembelih hewan qurban. Kenapa umat muslim di suruh berhaji, ini tak lain sebagai bentuk penyempurnaan atas 5 rukun islam yang kita emban dan yakini selama ini. Dan kenapa juga kita di perintahkan oleh Allah untuk menyembelih hewan qurban. Hal ini di maksudkan agar kita mau belajar dan meneladani tentang kisah ketaatan seorang Nabi Ibrahim As beserta Ismail anaknya. Bahwa rela berkurban demi ketaatan kepada Allah, menjadi hal utama yang harus di utamakan bagi kita semua selaku hambaNya.

Lalu bagaimana, jika kita belum bisa berhaji saat ini? Bagaimana pula, kalau kita belum mampu menyembelih hewan qurban?'. Tak apa-apa dan jangan berkecil hati, tetaplah dalam kesabaran. Dan jangan pernah letih, untuk bermunajat menghamba kepada-Nya, agar kelak Allah izinkan kita untuk menunaikan keduanya. Bagi siapa yang belum mampu menyembelih hewan kurban-nya, hendaklah ia sembelih hawa nafsunya agar terraih kasih kurnia. Bagi siapa yang belum mampu sampai ke Baitullah bersebab jauhnya, hendaklah dia tuju Rabbnya Ka'bah yang lebih dekat daripada urat lehernya, kapan pun jua. Bagi siapa yang belum mampu bersa'i antara safa dan marwa, hendaklah ia berlari kala seruan memanggilnya. Bagi siapa yang belum kuasa berdiam wukuf di Arafah, hendaklah ia berteguh patuh pada perintah dan bebatas Allah. Dan bagi siapa yang belum kuasa mabit-bermalam di Muzdalifah, bermalamlah dengan ketaatan pada Allah, agar akrab padaNya dan dekat bermesra.



Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Minggu, 06 September 2015

Cermin - "Kisah Bocah"

"  Kisah bocah "


Iba bercampur salut, ketika melihat foto seorang bocah yang berusia kisaran 7 tahunan, bertelanjang dada sedang mengangkat tumpukan batu bata dengan penuh semangat dan peluh keringat. Iba pasti, karena bekerja seperti itu bukanlah pekerjaan yang layak bagi bocah seumuran dia. Namun juga salut jika ia rela bekerja demi untuk menyambung hidupnya. Entah apa yang ada di benak sang bocah tersebut, apakah ia benar-benar bekerja karena kemauan dia sendiri, atau orang tuanya lah yang menyuruh dia melakukan pekerjaan berat tersebut. Tentu belum waktunya jika seorang bocah 7 tahunan harus bekerja mencari rupiah, tugas anak tidak lain cuma satu yaitu bersekolah. Namun hal demikian nampaknya sudah tak asing lagi bagi kebanyakan kita, sebab hidup di jaman sekarang ini memanglah keras dan banyak tuntutan. Bahkan etika dan norma pun kadang sudah tak lagi di hiraukan apalagi kehidupan di kota-kota besar yang menuntut hidup lebih keras lagi, kalau istilah orang jawa " ora obah, ora mamah " yang artinya barang siapa yang tidak bergerak/ bekerja maka tak akan bisa makan dia.
Kembali lagi soal kisah bocah tangguh di atas, bagi saya ada pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari fenomena tersebut. Yang pertama, jika seorang bocah saja sanggup bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka kita-kita yang merasa bukan bocah lagi atau telah dewasa, baik umur atau pikirannya maka akan malu rasanya jika kita tidak mau bekerja keras pula untuk bertahan hidup. Apapun bisa kita kerjakan kok untuk mendapatkan uang, semisal; berdagang, jadi tukang loper koran, jadi buruh serabutan, bisa juga buat kerajinan lalu di jual atau bahkan ngamen sekalipun tak jadi soal. Semua itu adalah cara-cara yang bisa kita lakukan untuk memperoleh uang dan penghasilan untuk memenuhi segala keperluan hidup kita sehari-sehari. Buang jauh-jauh rasa gengsi jika mau tetap hidup di jaman serba sulit sekarang ini, tidak ada pekerjaan rendahan, tidak ada pekerjaan kasar, semua pekerjaan baik asalkan di kerjakan dengan cara yang baik pula.
Pelajaran lain yang bisa kita ambil adalah mari kita sama-sama belajar menjadi manusia yang "peka", peka dalam banyak hal, peka dengan keadaan sekitar kita, peka dengan kondisi sosial masyarakat lingkungan kita. Manusia adalah makhluk sosial, yang sudah sewajarnya hidup berdampingan satu sama lain yang sama-sama saling membutuhkan. Penjual butuh pembeli, guru butuh murid, dokter butuh pasien, bos butuh karyawan dan begitu juga sebaliknya. Maka dari itu jadilah penjual dan pembeli yang baik, jadilah guru dan murid yang jujur, jadilah dokter dan pasien yang santun, jadilah bos dan karyawan yang berdedikasi. Ingatlah bahwa semua itu saling membutuhkan. Tidak ada yang kuat atau lemah, tidak ada yang tinggi atau rendah. Semua menjadi sama dan setara di dalam perannya masing-masing. Mengutip pesan Nabi bahwa sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang paling bermanfaat untuk sesama manusia. Maka sudah selayaknya siapa dari kita yang lebih berkewajiban membantu yang kekurangan. Yang kaya memberi kepada si miskin, yang pandai berbagi kepada yang fakir ilmu, yang kuat menguatkan yang lemah dan lain sebagainya. Sehingga akan tercipta suasana hidup yang aman, nyaman, seimbang dan bahagia di lingkungan masyarakat kita. Semoga


Bekasi, 13 Juni 2015

Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Kamis, 03 September 2015

Cermin - "SantaNusantara"

" SantaNusantara "


MAGIS! Ya, cuma kata itu yang pantas di sematkan kepada gamelan KiaiKanjeng saat mentas di acara Kenduri Cinta edisi Jumat, tanggal 08 Mei 2015 lalu, bertempat di plaza TIM (Taman Ismail Marzuki) Cikini, Jakarta pusat. Dengan mengusung tema " KiaiKanjeng Of the unhidden hand" para penggiat KC seolah ingin memberikan tempat dan waktu khusus kepada KiaiKanjeng untuk menjadi "bintang utama" pada acara malam itu. Saya salah satu dari jamaah maiyah, merasa beruntung sekali bisa hadir dan menyaksikan sebuah pagelaran dahsyat dari KK, sekaligus menjadi saksi sejarah bahwa pementasan KK pada malam itu merupakan pagelaran KiaiKanjeng yang ke-3645, luar biasa!

Acara maiyah Kenduri Cinta di mulai sekitar pukul 20.00 waktu setempat. Dan saya tiba di lokasi (baca; plaza TIM) pada pukul 21 lewat 20 menit. Para jamaah tampak sudah memadati, duduk melingkar di area maiyahan. Karena perut keroncongan, saya sempatkan dulu untuk mengisi perut, makan 2 bungkus nasi kucing, 1 tusuk usus dan 2 gorengan. Alhamdulillah kenyang sudah perutku.

Menginjak pukul 22.00 WIB, akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga. Terlihat para awak KiaiKanjeng telah tiba di lokasi maiyah dan satu persatu para personilnya naik ke atas panggung. Nampak pak Nevi Budianto sang pentholan KK, di susul mas Imam, pak Islamiyanto, mas Joko kamto, mas Jijit, mas Doni dll. Mereka kompak mengenakan kemeja batik yang terkesan sederhana. Tapi di situlah kemagisan itu berada, di balik kesederhanaan penampilan dan "jawane" mereka itu terdapat sebuah nilai seni tinggi yang mengagumkan dalam diri mereka. KiaiKanjeng memulai pementasan malam itu dengan membawakan nomor Gundul-gundul pacul, tembang yang kebanyakan dari kita menganggap sebagai lagunya anak-anak itu di bawakan secara apik serta di balut dengan aransemen yang ciamik. Banyak genre musik yang di masukkan di lagu tersebut, ada unsur gamelan jawa, kemudian di padu dengan pop, jazz, blues, namun semua itu tetap terdengar nikmat dan mengundang decak kagum, tak ketinggalan pula suara merdu mas Imam Fatawi yang semakin menambah warna performance KK. Perlu kita tahu bahwa sejatinya lirik dalam lagu Gundul-gundul pacul itu sarat akan makna dan mengandung filosofi hidup, di mana Cak Nun sering sekali membahas hal ini dalam  banyak kesempatan di acara Maiyah. Yang mana intisari dari lagu tersebut kurang lebihnya adalah apabila kita sedang menyunggi/mengemban sebuah amanah maka kita jangan gembelengan, jangan sembarangan karena jika asal-asalan kita bisa celaka. Pesan moral yang bisa kita terapkan dalam kehidupan nyata kita sehari-hari.

Tepuk tangan jamaah membahana ketika KK berturut-turut menyajikan nomor sholawat, di lanjutkan lagu bernuansa arab hingga lagu-lagu ala barat. Dan selalu ada surprise di setiap penampilan energik mereka. Di sela pertunjukan, mas Erik selaku moderator acara mengajak para personil KK untuk bercerita dan tanya jawab perihal perjalanan panjang KK. Pak Toto Rahardjo yang akrab di sapa pakde Tohar mengawali dengan menceritakan tentang awal mula berdirinya gamelan KiaiKanjeng. Beliau bilang; Dulu Cak Nun itu sangat vokal melawan rezimnya Soeharto, bermula saat akan di bangun bendungan Kedung Ombo di kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Cak Nun dan kolega bersikeras menentang pembangunan proyek bendungan tersebut. Dengan kedok "pembangunan", pak Harto ingin merealisasikan proyek tersebut, padahal waktu itu Cak Nun dkk menilai itu semua berbau kapitalisme yang akan merugikan rakyat setempat. Di mulailah gerakan-gerakan untuk mengkritisi pemerintahan orde baru kala itu. Lewat karya puisi, drama, dan buku-buku, Cak Nun mulai menyuarakan perlawanannya. Pementasan puisi dan monolog sering di lakukan dan tak jarang pula mendapat pencekalan. Dan suatu kali CN membuat naskah yang berjudul Pak Kanjeng di mana tokoh tersebut terinspirasi dari seorang pribumi di daerah Kedung Ombo. Naskah itu awalnya ingin di monologkan oleh Butet Kartaredjasa namun beliau tidak berani mementaskannya sendiri. Walhasil muncullah 3 aktor dalam pementasan Pak Kanjeng tersebut, mereka adalah CN sebagai penggagas acara, Nevi Budianto sebagai pengiring musik dan tentu Butet bertindak sebagai penampil monolog Pak Kanjeng. Itulah embrio atau cikal bakal terbentuknya gamelan KiaiKanjeng.
Dan ada satu hal yang baru aku ketahui saat pak Nevi sang kreator musik KK berkisah, bahwa KiaiKanjeng itu bukan nama group musik, tetapi KiaiKanjeng adalah sebutan gamelan yang mereka mainkan itu. Dan hampir semua nada dan aransemen musik KK di create oleh seorang Nevi Budianto. Saya angkat topi kepada beliau, bagaimana tidak, pasalnya musik KK itu benar-benar magis, all genre, mereka tidak terpaku pada satu jenis musik saja, mereka tidak pelog, tidak pula slendro. Mereka bukan pure gamelan, karena di sana terdapat gitar, bass, drum, biola meski saron dan bonang menjadi komponen utamanya. Mereka mungkin seperti big band atau orkhestra, mereka mampu meramu pelbagai macam jenis musik, di padu padankan sehingga menjadi sebuah sajian musik yang berkelas, magis dan berkualitas. Mas Islamiyanto pun menganalogikan bahwa musik KK itu ibarat santan kelapa. Jika kita ingin mendapatkan santan, maka kita akan mencari kelapa, memanjat pohon kelapa lalu memetik kelapanya, kemudian kelapa itu di kupas kulitnya sampai ketemu batok/tempurung kelapa, lalu di pecahkan tempurung itu, di congkel daging kelapanya, setelah itu di parut dan di peras barulah kita akan mendapatkan santannya. Proses yang cukup panjang untuk mendapatkan santan kelapa. Sekarang, semisal kita ingin membuat sebuah menu hidangan berbahan pisang, kolang-kaling, ubi dan lainnya, kemudian mencampurinya dengan santan maka kita semua akan sepakat menyebut menu tersebut bernama kolak pisang, bukan santan pisang, bukan santan ubi atau kolak santan juga bukan. Nah itulah KiaiKanjeng, laksana santan di mana ia tidak di sebut meski di perlukan, ia kurang di perhatikan padahal sangat vital, KK menjelma sebagai "santan" yang memiliki satu peranan penting, di mana ia sangat di perlukan keberadaannya, ia sangat di butuhkan fungsinya, yaitu untuk memberikan "rasa" gurih, enak dan lezat bagi khasanah musik, etnik, seni dan budaya Indonesia bahkan dunia.


Wassalam

Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Rabu, 02 September 2015

Esai- "Adab"

" ADAB "


Ada yang jauh lebih penting di banding sholat, puasa, membaca Alqur'an, sedekah atau bentuk ibadah yang lainnya. Yang lebih penting dari kesemua itu adalah "adab". Adab atau kesopanan dalam perilaku menjadi "lebih penting" untuk di utamakan dalam setiap melakukan suatu tindakan terlebih lagi dalam urusan ibadah.
Sholat itu penting, namun adab dalam menunaikan sholat jauh lebih penting. Berpuasa itu penting namun adab berpuasa itu yang lebih penting. Membaca ayat Qur'an juga penting namun adab membaca Qur'an jelas lebih penting. Begitu juga dengan sedekah, bersedekah itu penting namun lagi-lagi adab bersedekah jauh lebih penting. Sebab segala amal tanpa adab, bisa saja tidak mendapatkan keberkahan.

Misalnya begini, saya hendak memberikan anda uang cash sebanyak satu juta rupiah, namun uang tersebut saya sodorkan kepada anda dengan tangan kiri saya, lalu saya hamburkan lembaran uang itu persis di depan muka anda. Bagaimana reaksi anda, mungkin di hadapan saya anda diam dan "menerima" saja sembari memunguti lembar demi lembar rupiah tersebut. Namun bagaimana perasaan anda, melihat cara dan perlakuan saya kepada anda. Pasti anda tersinggung, marah, bahkan geram. Niat saya memang memberi namun yang anda dapatkan bukanlah kesenangan atas pemberian tersebut melainkan anda merasa rendah, terhina, terinjak-injak di karenakan cara saya yang tidak elok dan sopan. Uang satu juta rupiah itu pun tak ada guna manfaat apalagi keberkahan, baik bagi si pemberi atau penerima.

Dan mungkin anda akan jauh lebih bahagia, ketika ada tetangga anda yang datang ke rumah dengan senyum ramah sembari membawa semangkuk sayur asem dan ikan asin. Meski hanya sayur asem dan ikan asin, namun jika di berikan dengan cara yang baik dan sopan, hal tersebut tentu akan mengundang keberkahan, baik bagi pemberi dan penerimanya. Adab adalah mengagungkan segala sesuatu yang berhubungan dengan ibadah/agama.
Jika anda ingin melihat kedalaman agama seseorang, jangan hanya dari betapa banyaknya ia sholat, puasa atau bersedekah. Namun lebih lihatlah bagaimana mereka memperlakukan orang lain. Sebab, jika hablum minallah (vertikal) nya bagus tentu akan selaras dengan hablum minannas (horisontal) nya.


Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Cermin - "Belajar dari Slamet"

"Belajar dari Slamet"


Sore tadi sekitar pukul 05, Slamet Sambikerep mampir ke warungnya mas Naha. Ia hendak beli bensin dan sebungkus rokok. Karena mas Naha sedang di belakang, maka aku yang melayaninya.

" Bensine pinten mas? (tanyaku)
" Setunggal wae dik (jawabnya)  Slamet sering memanggilku dengan sebutan dik, agak geli sih sebenernya, tapi yowis ndak papa, hehee....
" Soko ngendi je mas? (tanyaku lagi)
" Balik kerjo, aku saiki dodol eskrim keliling.
" Wuuiiihh keren no.., nengdi dodole?
" Kulon kali dik, daerah brojol kono (jawab dia)

Setelah rampung mengisi bensin, tak sengaja aku lihat ada sarung terlipat di bagian joknya. Iseng aku tanya ke dia;
" Gowo sarung nggo sholat iki mas?
" Iyo dik, nangdi ketemu mejid aku langsung sholat. (jawabnya mantap)
" Ohh (aku bengong mendengar ucapannya)
" Kan gusti Alloh sing ngei urip, dadi kudu kelingan karo sing duwe urip (sambung dia)
" (aku semakin bengong mlongo)
" Ngene dik, bukan ngibadah untuk hidup tapi HIDUP UNTUK NGIBADAH. (tambah dia)
" Plaaakkkkkkk!!! (wajahku seperti di tampar keras saat mendengar kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya)

Seolah aku tak percaya, jika Slamet bisa berkata demikian. Maaf, mungkin kita semua sudah sama-sama tahu kalau Slamet memang sempat sedikit terganggu psikologisnya. Namun itu kan dulu, dia sekarang sudah membaik dan pulih seperti sedia kala. Dan ini adalah pertolongan Allah SWT, sebagai bukti bahwa Dia mencintai hambaNya yang mencintaiNya.
Sekarang mari kita membuka lebar mata, hati kita bahwa tidaklah baik melihat orang hanya sebelah mata apalagi merendahkannya. Dan hari ini kita bisa belajar dari seorang SLAMET, benar apa yang ia katakan, bahwa; " Bukan ibadah untuk hidup tetapi HIDUP UNTUK IBADAH". Jika mau jujur, silakan introspeksi diri kita masing-masing, apa yang selama ini telah kita lakukan dalam hidup ini. Apakah kita beribadah hanya karena telah di beri hidup, lantas kita malu sama yang "ngasih hidup" kalau kita nggak ibadah. Bukankah mulia sekali jika kita terapkan wejangan dari mas Slamet tadi, bahwa hidup kita ini hendaknya untuk beribadah, semua di niatkan untuk ibadah, apapun bentuknya, yang jelas bisa memberi manfaat untuk keluarga, tetangga, lingkungan sekitar dan seterusnya.

Hari ini aku belajar darinya (Slamet). Ternyata aku masih bodoh di hadapannya, aku masih awam tentang nilai kehidupan, dan mas Slamet di "tunjuk" Allah untuk mengajariku, mengingatkanku. Mungkin selama ini kita sering memandang remeh orang hanya dari casingnya saja, tanpa mau "melihat" isi hatinya. Kita gampang menilai orang begini-begitu tapi enggan menilai diri kita sendiri. Jangan-jangan yang "terganggu" mentalnya selama ini bukan Slamet, tapi saya, mungkin anda atau kita. Parahnya kita nggak sadar akan hal itu. Hanya Allah yang tahu, siapa yang lebih mulia di sisiNya, bukan saya, anda atau mereka.


Wassalam

Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Selasa, 01 September 2015

Cerpen- "Surga di toilet"

" Surga di toilet "


Pagi itu senin tanggal 13 Oktober 2014, seperti biasa aku berangkat kerja dari rumah pagi-pagi sekali sekitar pukul 05.00 WIB. Setiap hari senin aku pasti berangkat lebih awal dari hari biasanya, itu semua demi menghindari kemacetan di jalan, yang mana sudah menjadi rahasia umum kalau jalanan pasti macet parah di tiap awal pekan. Aku tinggal di perum Villa Anggrek, Karangsatria, Bekasi. Sebenarnya itu bukan rumahku sih, lebih tepatnya itu rumah kakakku jadi aku cuma sekedar numpang makan dan tidur di sana. Sedangkan kantorku ada di daerah Mangga 2 Jakarta utara. Sehari-hari aku bekerja di salah satu perusahaan Garmen sebagai staf administrasi dan sudah 2 tahun ini aku mencari nafkah di sana.

Aku naik motor dari rumah menuju stasiun Bekasi, kurang lebih sekitar 25 menitan sampai. Dan ku lanjutkan perjalanan dengan naik KRL Commuter line tujuan stasiun Jakarta kota. Saat sampai di depan loket, antrian sudah tampak mengular, dan aku pun ikut berjajar antri juga di sana. Hampir 15 menit lamanya, akhirnya dapat juga aku beli tiketnya. Masuklah aku ke peron dan seperti biasa gerbong Krl sudah penuh di jejali lautan manusia. Aku masuk dan berdesak-desakan dengan mereka semua yang sama-sama akan menuju Jakarta. Kereta pun berangkat, aku berdiri persis di depan pintu kereta sambil berpegangan besi tiang tempat duduk penumpang. Kereta melaju dan sampai di stasiun Kranji, pintu kereta terbuka dan calon penumpang di stasiun Kranji ternyata membludak juga, mereka berusaha masuk dan aksi saling dorong pun tak terhindarkan, badanku tergencet oleh badan para penumpang lain, tak berkutik aku karena memang tidak ada space lagi untuk bergerak. Aku cuma bisa berdiri pasrah dan berharap "penderitaan" ini akan segera berakhir.

Kereta merapat di st.Cakung, saat pintu terbuka para calon penumpang berebut hendak naik ke dalam kereta sambil berteriak "geser-geser". Tapi gerbong ini memang sudah overload, alhasil mereka pun mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam rangkaian gerbong kereta.
Kereta melaju menuju st.Klender dan lanjut ke st.Buaran, di stasiun inilah "penderitaan" ku yang lain muncul, tiba-tiba perutku mules luar biasa, maaf lubang di bawah ini (baca; anus) berulang kali mengeluarkan bunyi yang lirih tapi Naudzubillah  bau sekali, aku cuma bisa menahan nafas sambil nutupin hidung dan seolah tidak terjadi apa-apa. Mungkin orang-orang di dekatku juga mencium aroma tak sedap itu.  Tapi raut mukaku nggak bisa bohong, kalau sebenarnya  ia menyimpan sebuah derita. Aku cuma merintih dalam hati, tahan-tahan sebentar jangan keluar sekarang, buruan dong kereta, buruan sampai di st.Jatinegara, mules banget nih! Namun si masinis kereta nampaknya tidak mengerti atas penderitaan yang aku alami, sepertinya kereta ini lamban sekali lajunya. Ayo pak ngebut napa, teriakku keras dalam hati.
Tiba di st.klender kereta berhenti dan aku masih terus memegang perut yang semakin melilit setengah mati, dalam hati aku semakin mengumpat pada masinis dan semua penumpang di dalam kereta, cepaaatttttt jalannyaaa.......!!

Dan peluhku terus menetes deras seiring lantun kereta menuju jatinegara dan akhirnya kereta pun berhenti di st. Jatinegara, saat pintu terbuka aku langsung melompat keluar dan berlari kencang mencari dimana toilet berada sambil memegang erat perutku. Aku sudah nggak peduli lagi dengan orang yang lalu lalang di peron kereta. Sampai di toilet ada 3 pintu berjajar dan sialnya pintu itu tertutup semua, aku bilang sama abang si penjaga, udah lama ni bang yang di dalam?', tungguin aja jawab si abang dengan entengnya, berengsek kataku pelan, nggak tau apa gimana tersiksanya nahan BAB (Buang Air Besar). Aku coba ketok satu per satu pintu toilet tapi tak ada respon dari dalam, mungkin mereka sedang jongkok dengan konsentrasi tinggi untuk mengeluarkan segumpal hajatnya. Aku ketok lagi itu pintu dan tetap nggak ada suara yang menjawab, rasanya aku pengen keluarin ini hajat sekarang juga.
Bang, ada toilet lagi nggak disini?' ada di sebelah dekat musholla, jawab si abang singkat. Aku langsung lari menuju toilet di sebelah, sampai di sana ku lihat ada dua ruang toilet, yang satu pintunya tertutup dan yang satunya lagi pintunya kebuka tapi di atas pintu terpampang tulisan toilet wanita. Sori bang, boleh aku masuk toilet yang sebelah nggak? udah nggak nahan nih ucapku memelas, si abang penjaga toilet bilang; jangan itu toilet cewek, plisss bang ini dah mau keluar, aku diare bang, rayuku lagi dengan muka pucat pasi. Pas aku mau nyelonong masuk toilet wanita tiba-tiba ada perempuan paruh baya pakai kerudung cokelat yang juga mau buang hajat, dia bilang permisi saat lewat di depanku dan langsung masuk ke toilet wanita. Ampun, aku cuma bisa ngalah dan bersandar di tembok dengan masih memegang perut sembari mengelap keringatku yang semakin deras. Selang 5 menitan ibu tadi keluar dan aku bergegas ambil dompet di dalam tas kecil, ku tarik satu lembar 10 ribuan dan ku sodorin ke abangnya, sori bang aku nggak kuat lagi! Aku langsung masuk toilet wanita, ku lepas celana, jongkok dan aku keluarkan segala kemulesan dari dalam perutku, penderitaan panjangku selama di kereta seketika sirna setelah semua hajat keluar lancar.

Ohh lega rasanya, merdeka rasanya, serasa melayang-layang di udara, bak berada di surga. Padahal aku hanya jongkok di ruangan sempit berukuran 1 x 2 meter, bau dan jorok tapi di situlah aku merasakan dan mendapatkan apa yang namanya "surga". Keluar dari toilet ku ucapkan terimakasih banyak kepada si abang penjaga toilet. Dan aku bersiap untuk melanjutkan perjalanan lagi ke st.Kota. Aku sudah pasti terlambat masuk kantor tapi mau bagaimana lagi, buang hajat jauh lebih mendesak dan penting dari urusan yang lain.

Usai kejadian konyol nan tragis itu, aku bisa katakan bahwa untuk merasakan atau mendapatkan surga itu tidak perlu menunggu mati/ kiamat dulu. Menurutku surga dan neraka itu bisa kita nikmati sekarang juga, saat kita hidup di dunia ini. Intinya adalah surga dan neraka itu letaknya ada di dalam hati, kalau kita menikmati segala sesuatu dalam hidup ini dengan tenang, dengan rasa syukur maka kita sudah mendapatkan apa itu "surga", begitu juga sebaliknya kalau kita hanya bisa mengeluh dan marah pada keadaan yang menimpa kita, maka kita pun sudah me"neraka"kan diri kita sendiri.

Dan dari pengalamanku di atas, aku sudah merasakan neraka sekaligus surga hanya dalam kurun waktu 1 jam saja. Neraka yang ku rasakan adalah ketika perutku mulai mules pengen BAB dan pada waktu itu aku hanya bisa mengumpat dan marah pada keadaan dan itulah neraka yang aku ciptakan sendiri, sebab aku tak bisa tenang menghadapi situasi genting itu, maka nerakalah bagiku.

Namun setelah menahan mules, bersusah payah lari kesana kemari dan akhirnya aku berhasil untuk buang hajat di toilet wanita, maka aku pun telah merasakan betapa nikmatnya surga itu, ya "surga" yang tercipta di ruang sempit bernama toilet.
Maka ada hikmah yang bisa kita ambil dari cerita di atas, bahwa "surga" dan "neraka" itu bisa kita ciptakan sendiri dan bisa kita rasakan sekarang juga, sebab surga ataupun neraka itu letaknya ada di dalam HATI kita sendiri.


Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Minggu, 30 Agustus 2015

Puisi - "Tembikar Usang"

"Tembikar Usang"


Betapa naifnya rasaku, ingin selalu merasa benar di mata mereka sedangkan kebenaran Ayat-Ayat-Mu saja sering di ingkari.
Betapa piciknya keinginanku, selalu ingin di hargai mereka sedangkan sumber Nikmat-Mu acap di abaikan.
Betapa kurangajarnya aku, ingin selalu di anggap baik di depan mereka sedangkan Asmaul HusnaMu kerap di lupakan.

Para UtusanMu yang baik dan maqsum sering di jahati
Muhammad kekasihMu di lempar kotoran, batu, di ludahi di caci maki
IbrahimMu di dera bara api
YusufMu di jebak di penjarakan
YunusMu nyaris meregang nyawa di tengah luas samudera

Maka aku lebih layak di sakiti
Maka aku lebih pantas di zhalimi
Maka aku lebih patut di aniaya
Karena aku bukan nabi, bukan orang suci
Mendekatipun tidak sama sekali

Yaa Ghafuur Ya Rahim
Engkau Maha Perkasa dan aku tak berdaya
Engkau Maha Mulia dan aku tak berharga
Engkau Maha Megah dan aku lusuh selusuh-lusuhnya
Engkaulah raja di atas raja dan aku jelata

Aku tak ubahnya tembikar usang
Kering terasing lapuk merapuh
Berlumur bercak dan debu tebal
Di sisa waktu yang sekejap ini
Ku mohon basuhan ampunanMu
Ku harap cahaya petunjukMu
Tunjukilah kami menuju jalan lurusMu



Karya
@MuhammadonaSetiawan

Esai - "Setengah Syahadat"

" Setengah Syahadat "


Saya adalah seorang muslim. Tuhan saya adalah Allah SWT yang Esa. Junjungan sekaligus idola saya adalah baginda Nabi Muhammad SAW. Namun mohon maaf dengan sangat, saya bukanlah orang NU, bukan Muhammadiyah, bukan MTA, LDII, Jahulah, Jamaah Tabligh dan juga bukan termasuk golongan/aliran yang lainnya. Saya hanya bersaksi dan mengimani Allah dan rasulNya saja. Namun sungguh saya sangat mencintai dan menghormati saudara-saudaraku semua, apapun golongannya, apapun latar belakangnya. Entah dia NU, Muhammadiyah atau apapun "merk" nya saya tidak peduli. Bagi saya mereka adalah sama dan saudara, dan saya berusaha untuk mencintai mereka semua.

Demikian pula kepada teman/saudara yang tidak seagama, saya pun mencintai mereka tanpa membedakan. Baik dia pemeluk agama kristen, hindu, budha atau konghucu, saya tulus mencintainya. Bahkan orang yang tidak beragama sekalipun atau orang bilang "abangan", saya juga akan mencintainya. Lohh kok begitu, apa nggak salah tuh! Masak orang nggak punya agama di cintai, kan dia nggak percaya kalau tuhan itu ada, jadi orang model kayak begini nggak pantes untuk di cintai.

Orang abangan atau orang yang tidak beragama dan tidak mengakui tuhan itu ada, sebenarnya dia sudah melaksanakan setengah dari syahadat. Kok bisa, maksudnya bagaimana? Begini; bunyi kalimat syahadat pertama adalah "Asyhadu alla ilaha illalah" yang artinya aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Jika ada orang yang menganggap tuhan itu tidak ada maka orang tersebut telah mengucap; "Asyhadu alla ilaha" yang artinya aku bersaksi bahwa tiada tuhan. Bukankah ungkapan tersebut merupakan setengah dari kalimat syahadat?? Lalu bagaimana mungkin saya tidak mencintainya, karena orang yang menganggap tuhan itu tidak ada, secara tidak langsung mereka pun telah "setengah" bersyahadat.

Jadi tolong jangan membencinya, jangan memusuhinya, apalagi menuduh sesat mereka. Kalau mereka di benci, di musuhi justru mereka akan "lari" menjauh dari syahadat. Tugas kita hanyalah satu, mengajak mereka dengan penuh cinta dan kelembutan, tanpa paksa dan dakwa agar mereka mau dan sedia "melanjutkan" kalimat syahadatnya, menjadi "Asyhadu alla ilaha illalah wa Asyhadu anna Muhammadarasullullah". Dengan begitu mereka InsyaAllah akan "komplit" bersyahadat. Bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul utusan Allah. Cintailah mereka, rangkullah mereka semua tanpa memandang siapa dia, apa agama dan golongannya. Islam adalah kata kerja, bukan kata benda yang kaku, ia "luwes" bisa masuk dan menyentuh pada ruang apa saja.


Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Jumat, 28 Agustus 2015

Esai- "Filosofi Sepakbola"

" Filosofi Sepakbola "


Jika anda mengerti tentang filosofi dalam bermain sepakbola maka anda pun akan mampu menjalani realita hidup di dunia ini dengan peran apapun. Hidup di dunia tak ubahnya sebuah permainan, seperti halnya dalam pertandingan sepakbola, di mana setiap pemain atau tim memiliki tujuan akhir yang sama yaitu mencetak gol demi satu kata, kemenangan! Tentu perlu strategi jitu, latihan keras dan kerjasama semua lapisan tim untuk bisa meraih sebuah kemenangan. Dan tidak boleh berhenti berlari sampai peluit panjang di bunyikan tanda berakhirnya sebuah pertandingan.

Dalam mengolah si kulit bundar, kita tidaklah bermain sendirian. Kita butuh kawan untuk bahu membahu saling bantu untuk memudahkan kita menceploskan bola ke gawang. Di perlukan kerjasama yang apik antar pemain dan posisi dalam sebuah tim kesebelasan jika ingin menjadi pemenang. Dan yang tidak boleh kita lupakan adalah jika ada kawan sudah pasti ada lawan. Untuk memburu sebuah gol memang bukanlah perkara mudah, sebab usaha kita akan di halang-halangi oleh lawan kita yang jumlahnya sama dan punya tujuan yang sama pula. Oleh sebab itu tidak ada cara lain selain mengerahkan seluruh tenaga dan kemampuan kita guna merengkuh trofi juara di ujung laga.

Dalam kehidupan di dunia nyata, kita juga punya kawan dan lawan. Kawan kita adalah orang-orang yang ada di sekitar kita yang bersedia untuk mendukung dan membantu kita, bisa keluarga, saudara, sahabat atau juga tetangga. Sedangkan yang menjadi lawan kita adalah hawa nafsu dalam diri dan segala hal yang bisa menjatuhkan langkah dan menjerumuskan hidup kita.

Meskipun kita telah berusaha dengan cara yang baik untuk mencetak gol tanpa ada niat untuk mencederai siapapun, namun tak menutup kemungkinan orang lain atau lawan kita lah yang akan berlaku curang untuk menjegal laju kita. Hal ini jika dalam sepakbola di namakan "pelanggaran" dan yang melanggar akan di hadiahi kartu kuning atau peringatan dari sang pengadil lapangan. Jika kemudian masih melakukan pelanggaran lagi maka si pelanggar akan di ganjar dengan kartu kuning kedua yang otomatis menjadi kartu merah itu artinya wasit akan mengusir si pelanggar untuk keluar dari arena pertandingan. Dengan kata lain kartu merah adalah sebuah simbol "dosa besar" yang haram di lakukan dalam sebuah pertandingan sepakbola.

Pun dalam hidup ini, meski kita sudah bersikap baik kepada siapapun, kapanpun dan di manapun, tak jarang pula banyak dari mereka (lawan) yang berupaya untuk melukai bahkan ingin mencelakakan kita. Namun, kita jangan marah dan gegabah, tetaplah menjadi pemain yang baik dan sportif, anda tidak perlu membalas kecurangan atau pelanggaran dari lawan anda, sebab sudah ada "wasit" pengawas pertandingan yang mengawasi semua gerak-gerik kita. Biarlah sang wasit yang akan memberi kartu peringatan kepada si pelanggar atau mereka yang bertindak curang. Kewajiban kita sebagai pemain hanya satu yaitu berjuang keras dan bekerja sama sebaik mungkin dengan tim kita untuk bisa mencetak GOL sebanyak-banyaknya, demi sebuah kemenangan. Dan bila kita terjatuh oleh jegal lawan tak usah bereaksi berlebihan, karena aksi dan reaksi dalam sepakbola adalah tindakan yang sama-sama akan di tegur oleh wasit. Bangkit saja dari jatuhmu, lalu berlari kembali untuk menuntaskan misi merengkuh hasil manis di akhir pertandingan.

Sekali lagi perlu kita sadari, bahwa dalam kehidupan nyata kita sehari-hari pun kita terus di awasi oleh sang pengawas, dialah "wasit" kehidupan yang terus menerus mengamati segala perbuatan kita. Baik buruk tingkah laku kita, semua tak ada yang luput dari pengawasanNya. Terakhir yang harus kita ingat dan catat adalah bahwa kita terlahir di dunia ini untuk menjadi pemenang, maka berjuanglah untuk menjadi sang pemenang. Dan kemenangan yang terbaik bukanlah dalam pertandingan sepakbola, kemenangan yang sejati juga bukan di alam dunia, namun kemenangan yang terbaik dan sejati adalah "kemenangan" di akhir sana.



Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Kamis, 27 Agustus 2015

Puisi - "Mudah bagiMu"

" Mudah bagiMu "


Mauku belum tentu mauMu
MauMu pasti jadi mauku
Kehendakku tak selalu sama kehendakMu
KehendakMu pasti sama dengan kehendakku

Sulit bagiku, mudah bagiMu
Berat bagiku, ringan bagiMu
Mustahil bagiku, mungkin bagiMu

Mudah bagiMu memberi atau mencabut
Mudah bagiMu melapangkan atau menyempitkan
Mudah bagiMu memuliakan atau menghinakan

Semoga,
Doa yang tak terdengar yang di dengar
Doa yang tak dikenali di ijabahi
Doa yang tersirat akan terangkat
Doa yang diam-diam lebih di kabulkan



Karya
@MuhammadonaSetiawan

Rabu, 26 Agustus 2015

Esai - "Satu soal"

" Satu soal "


Selama ini adalah salahku sendiri, salah dalam memandang dan menjalani episode hidup ini. Ingin ini, ingin itu, harus gini, harus gitu, dan semua harus sesuai dengan mauku. Aku bukan yang punya hidup, kenapa semua harus sesuai mauku, siapa aku?' Aku hidup karena di hidupkan, bukan karena mauku sendiri, jadi sudah semestinya aku "nurut" kepada yang menghidupkanku.

Dan seiring perjalanan waktu, aku pun mulai tersadar. Serasa ada yang keras "menamparku", mengingatkan siapa hakikatnya aku. Ilmu, pengalaman, orangtua, teman, anugerah, musibah semua itu adalah "guru" yang mengajariku tentang hidup. Ternyata hidup di dunia ini sederhana sekali, iya simple. Namun dirikulah yang membuat rumit sendiri. Aku sok atur-atur jalanku sendiri, sok menentukan kehidupanku sendiri padahal sekali lagi bahwa aku bukan yang punya hidup tapi aku di hidupkan.

Kini semakin ku pahami, hampir 15 tahun aku bertarung dengan waktu, bergelut dengan hidup. Dan aku kalah, tumbang tak berdaya menaklukkannya. Yang seharusnya hal tersebut memang tak perlu ku lakukan. Aku hanya perlu "bersahabat" dengan waktu dan bijak terhadap hidup. Hidup itu simple, sederhana dan sementara. Dalam hidup hanya terdiri 1 soal, ya cukup 1 soal saja yaitu bersyukur. Ya, kita cukup mengerjakan 1 soal itu, simple kan??

Apapun yang ada pada kita harus di syukuri, apapun yang terjadi pada kita pun wajib kita syukuri. Ya, bersyukur saja. Kita di beri mata, tanpa kita meminta mata sebelumnya, kita di beri telinga, tanpa kita memintanya juga. Dengan mata kita bisa melihat warna-warni dunia. Dengan telinga kita bisa mendengar segala macam suara. Dan semua yang ada dalam diri kita ini di beri secara "cuma-cuma" tanpa kita harus meminta dan membayarnya. Andai kita di beri uang oleh teman/orang lain maka sudah sewajarnya kita mengucapkan terimakasih pada orang itu. Apalagi jika kita di beri mata, telinga, tangan, kaki dan sebagainya maka rasa terimakasih kita hendaknya jauh lebih besar kita sampaikan kepada Yang Maha pemberi segalanya.
Kalau pun suatu ketika kita kehilangan sesuatu, misalkan barang A, jangan mengeluh karena kita kehilangan A. Berfikir positif saja, meski kehilangan barang A namun kita masih punya yang lain; barang B,C,D dan seterusnya. Atau misal barang A kita yang hilang tersebut siapa tahu akan di ganti dengan yang lebih baik, bisa A+ mungkin, double A mungkin, why not?.

Jadi hidup ini soal mau bersyukur atau tidak. Jika hidup ini senantiasa di hiasi dengan syukur maka hidup ini akan terasa mudah dan indah. Dan kita akan di tambah berkah melimpah sesuai janji-Nya. Dunia ini memang di desain sementara dengan konten yang sederhana pula yaitu cukup dengan mengerjakan satu soal; bersyukur.



Oleh
@MuhammadonaSetiawan

Selasa, 25 Agustus 2015

Puisi - "Sama-sama"

" Sama-sama "


Pada sebatang tembakau aku bersuara, tak selalu racun di setiap hisap asapnya.

Pada secangkir kopi aku bercerita, tentang pahit yang tak selalu berarti sakit.

Hidup bukan untuk menuduh apalagi "membunuh"
Sama-sama kita mencari yang "paling" benar, paling tidak mendekatinya, dan jangan merasa diri paling benar.



Karya
@Muhammadona

Sabtu, 22 Agustus 2015

Cerpen - "Sayap-sayap sunah"

" Sayap-sayap sunah "


Pada suatu sore di ujung pengkolan mesjid, terjadi obrolan seru antara Encang Sapei (62th) ame si Otong (17th). Begini ceritanye...

Encang ; Eh Tong, darimane lu?, pake sarung di kalungin leher sgale.

Otong ; Dari mesjid cang, pan tadi sholat Ashar nye barengan ame Encang.

Encang ; Masak, kok gue kagak liat.

Otong ; Tadi Encang di shaf depan, nah aye di belakang, ya pantes kalo kagak liat.

Encang ; Ohh..., eh tong, lu keburu kagak?'

Otong ; emang kenape cang?'

Encang ; Nggak, kalo lu nyante, ngopi sini aje dulu.., sambil kita main catur. Pegimane..,

Otong ; Hmmn, boleh-boleh..' (sambil menganggukkan kepala)


" (Encang Sapei dan Otong pada main catur sembari ngopi santai di warkop ujung mesjid) "

Encang ; Ehh tong, gue boleh kagak nanya ame lu...

Otong ; nanya apaan cang??'

Encang ; Lu dah sunat kan??

Otong ; Yaelahh cang, dari jaman SD aye ude di sunat keleus... (agak tersinggung)

Encang ; Hehee.., becanda tong.., jangan sewot gitu ahh.

Otong ; Lagian nanya kayak gitu.

Encang ; Iye, kalo kite ude di sunat,  berarti kite wajib ngerjain sholat.

Otong ; Aye sholat cang, jangan salah!

Encang ; Pecaye gue, tapi sholat lu kagak bolong-bolong pan??

Otong ; Hehee..,, ya kadang-kadang bolong sih cang (nyengir)

Encang ; Kalo ude baliqh, sholat mah hukumnya wajib tong, jangan ampe di tinggalin.

Otong ; Iyee cang, iyeee, aye juga paham. (senyum kecut)

Encang ; Sekarang gue tanya, kalo sholat *juhur  ade brape ra'kaat?"

Otong ; Lahh, begituan di tanyain, anak TK juga tahu cang. 

Encang ; Coba, ada berape?" (mancing)

Otong ; Ade 4 kan, 4 ra'kaat. 

Encang ; Pinter lu tong.., tapi kalo cuman 4 masih kurang tuh...

Otong: Kok bisa kurang.., kurang apenye cang? 

Encang : Iyee, sholat juhur emang 4 ra'kaat, tapi itu masih kurang lengkap, baiknye 8 ra'kaat.

Otong ; (Bengong, garuk-garuk kepala)

Encang ; Lu kenape tong?'

Otong ; (Masih garuk-garuk) Aye nggak ngerti cang, kenape Encang bilang sholat juhur ade 8 ra'kaat, pegimane ceritanye...

Encang ; Begini tong, sholat juhur pan sholat wajib, nah sholat wajib entu seperti burung, die punye sayap namanye sunah, yaitu sholat sunah Qabliyah 2 ra'kaat sebelum juhur ame sholat sunah Bakdiyah 2 ra'kaat abis juhur, jadi totalnye ade 8 rakaat, 2+4+2 = 8.

Otong ; (manggut-manggut)

Encang ; Burung kalo nggak ade sayap bisa terbang kagak??

Otong ; Ya kagaklah.

Encang : Nah begitu perumpamaannye tong, kalo kite sholat juhur cuma 4 ra'kaat, kite kayak seekor burung tapi nggak punye sayap. Kalo kagak punye sayap, gimane burung bisa terbang...

Otong ; (mengernyitkan dahi sambil mikir)

Encang ; Tong.., tong.., lu denger pan ape yang gue bilang barusan, paham kan lu?'

Otong ; Iye cang, baru tahu aye soal sholat sunah, ape tadi...

Encang ; Sholat sunah 2 ra'kaat Qabliyah, itu di kerjain sebelum sholat wajib, sedangkan sholat sunah Bakdiyah di kerjain sesudah sholat wajib, 2 ra'kaat juga.

Otong ; Ohh gitu ya Cang.

Encang ; Maka nye biar kite bisa dapet burung dan sayapnye, kemudian bisa "terbang", ya kite usahain buat ngerjain sholat wajib di tambah ame sunahnye.

Otong ; Iye cang, aye usahain dah mulai sekarang.

Encang ; Siippp (mengacungkan jempol ke arah Otong)
gue jelasin sekalian tong, kalo sholat subuh entu cuma pake sunah Qabliyah 2 ra'kaat sebelum subuh. Ashar juga pake Qabliyah 2 ra'kaat. Maghrib itu cuma pake Bakdiyah doank, sedangkan isya' entu sama kayak juhur, pake Qabliyah dan Bakdiyah.

Otong ; (senyum-senyum) makasih ye cang atas ilmunye...

Encang ; Same-same tong.


"(Obrolan sore itu berkesudahan seiring adzan maghrib di kumandangkan) ".



NOTE ;

*Encang ; pakde
*Juhur ; sholat dhuhur ejaan orang betawi
*Qabliyah ; sholat sunah 2 ra'kaat sebelum sholat wajib
*Bakdiyah ; sholat sunah 2 ra'kaat sesudah sholat wajib.



Oleh
@MuhammadonaSetiawan


Jumat, 21 Agustus 2015

Esai - "Ikhlas"

" Ikhlas "


Ada pertanyaan muncul, kenapa surat ke- 112 Al quranul kariim di namakan surah Al Ikhlas. Surat yang terdiri 4 ayat ini seolah menyimpan "teka-teki" di dalamnya. Tentu kita semua sudah fasih membaca surat pendek ini, tak terkecuali saya. Bahkan mungkin surat tersebut menjadi bacaan favorit kita saat menunaikan sholat sehari-hari. Bacaannya enak, mudah dan ringkas. Ya atau tidak, hanya diri kita sendiri yang mengetahuinya. Dan berikut ini adalah arti terjemahan surat Al Ikhlas.

#Ayat 1 - Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa.
#2 - Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
#3 - Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
#4 - Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".

Mari kita sama-sama belajar untuk mengungkap, "teka-teki" apa yang sebenarnya terkandung di dalam surat ini. Jika melihat satu persatu dari terjemahan surat ini, maka kita tidak akan menemukan kata "ikhlas" di situ. Istilah lain dari kata ikhlas pun tidak tercantum di sana. Lalu kenapa surah ini di beri judul demikian, apa maksudnya dan apa tujuannya?'. Alquran adalah "bikinan asli" Allah Azza wa Jalla, Al kitab yang di turunkan Allah untuk menjadi pedoman dan panduan hidup seluruh umat manusia melalui kanjeng Nabi Muhammad SAW. Yang sudah barang tentu apa-apa yang di ciptakan Allah pasti ada maksud dan tujuannya.
Coba kita analisa kembali dengan teliti, pada setiap terjemahan ayat-ayatnya. Dari ke-4 ayat tersebut hanya ada 1 inti yang sejatinya tersirat, yaitu ESA yang berarti satu atau tunggal. Kita sebagai hamba-Nya di suruh untuk mempercayai bahwa Allah itu Maha Esa dan satu-satunya. Tidak dua apalagi tiga, Allah hanya ada satu yaitu Allah itu sendiri. Kemudian, Allah adalah satu-satunya tempat kita untuk menggantungkan segala sesuatu. Salah dan celaka kita jikalau menggantungkan sesuatu selain pada-Nya. Allah juga tidak berkeluarga, Dia tidak memiliki anak dan pasangan, tidak beristri atau bersuami. Dia Maha berdikari dan mandiri. Dia adalah Maha segalanya, segala di atas segala, Maha di atas Maha, tak ada satu pun yang setara dengan-Nya, mustahil ada yang menyamai keMaha-annya.
Sehingga hanya ada satu cara yang bisa kita tempuh, agar kita "sampai" pada ke ESAan Allah SWT, yaitu dengan cara ikhlas. Ikhlas memenuhi hati kita dengan satu nama Allah saja dan ikhlas untuk menyingkirkan seluruh berhala-berhala yang ada di sekitar diri kita.
Sudahkah kita ikhlas untuk itu?'... (Di jawab masing-masing ya...)


Oleh
@MuhammadonaSetiawan